logo baku peduliAwal Juli 2009. Hari itu, saat sesudah makan siang. Beberapa piring plastik belum dicuci. Lemari kayu dua rak tampak kosong tak terisi. Sepiring lauk ikan teri habis, yang tertinggal hanya sebiji kacang garing berguling ke sisi lemari, mungkin yang itu luput dari terjangan sendok besi. Di atas lemari, berjajar handphone yang sebentar-sebentar bergetar menari, rupa-rupanya ada pesan masuk yang bermirip isi atau telephone dari kampung yang menanyakan apa kabar hari ini.

Masih dalam rumah berdinding anyaman bambu, di atas tempat tidur kayu enam gadis duduk berapat-rapat. Tiga pemuda duduk di kursi membentuk setengah melingkar, menyisahkan satu kursi kosong, untuk teman mereka yang belum pulang. Katanya ke kebun mencari makanan kelinci. Belum beberapa saat menunggu, pintu tripleks tiga mili meter berderak menyusul ucapan selamat siang dari seorang lelaki berusia tigah puluhan. Senyumnya mengembang disambut sembilan yang lain.

“Ini dia ketua asrama datang” kata seorang gadis yang duduk paling pojok, disambut tawa kecil kawan-kawannya. Wajah mereka berseri-seri. Tak ada kerutan dahi, yang tampak hanya senyum yang selalu diberi dan diberi. Walaupun sedikit malu-malu yang menyembul di balik lugu, mereka tetap tampak cerah ceria. Acara siang hari itu pun mulai. Mereka mengadakan pertemuan kecil namun membahas dua agenda penting; tentang ‘peraturan rumah tangga’ dan ‘mimpi’.

Tentang peraturan rumah tangga mereka menepi di satu titik ‘belajar adalah nomor satu, segala yang lain adalah nomor dua”. Namun ketika memasuki dunia ‘mimpi’ sepuluh kawan itu menjadi pribadi yang mandiri. Masing-masing memiliki mimpinya sendiri-sendiri. Namun satu yang pasti, komunitas asal mereka Nanaet Debusi (kawasan pegunungan Laktutus, berbatasan dengan Timor Leste), Belu, NTT menanti mereka kembali setelah empat tahun nanti, menjadi guru yang mau mengabdi untuk perubahan negeri tercinta ini mulai dari kampung mereka sendiri.

Sebab kata mereka suatu ketika “Di lihat dari latar belakang desa kami sangat banyak kekurangan dan kelemahan dalam hal pendidikan” kata Prisilia Moru yang mengambil program studi ekonomi. “Salah satu hal yang memilukan di desa kami adalah kurangnya tenaga-tenaga pengajar dari daerah kami sendiri yang yang akhirnya merangkap mengajar pada hal bukan berlatarbelakang keahliannya” kata Andreas Nahak, yang mengambil program studi Matematika. Peserta yang lain yang mengambil program studi Agama Glisea Moru mengatakan “Di tempat kami, sangat sulit menemukan orang yang berpendidikan”. Lantaran itu “kami sangat berterima kasih kepada para pendukung yang telah mendukung beasiswa baku peduli dan pihak universitas Sanata Darma yang telah bersedia menerima kami” Kata Lukas M. Peserta yang mengambil program Fisika itu menutup cerita.

Di ujung perempatan Condong Catur Jogjakarta, dari balik rumah berdinding anyaman bambu dengan lima kamar tidur empat kali tiga meter persegi, sepuluh bidak itu melangkah meniti masa depan. Mereka adalah bidak-bidak pembaharu, bidak-bidak perubahan, bidak masa depan bukit Laktutus. Di tangan dan pundak mereka arah perubahan terbuktikan. Bukan tidak mungkin masa depan Laktutus akan berubah secara pasti, walau pun empat tahun adalah waktu yang singkat sekali untuk mengukir prestasi apalagi memberi perubahan seperti yang dimimpi.

Namun, Universitas Sanata Darma, tempat mereka menempuh pendidikan selama empat tahun itu sedang dan akan memberikan mereka kemudahan untuk membuktikan mimpi-mimpi dan janji-janji. Dan waktu luang yang tidak terbuang akan dimanfaatkan secara kreatif untuk mengasah minat mengukir bakat. “Saya mau belajar juga bagaimana menjadi petani” kata Adrianus Halek yang megambil program studi Bahasa Indonesia, sementara yang lain “Saya mau belajar juga tentang bagaimana memadukan keindahan Laktutus dengan produk budaya daerah kami, sehinggadaerah kami bisa dijadikan sebagai objek wisata” Kata Agustina Asa yang mengambil program studi Bahasa Inggris.

Sekarang yang tertinggal di dalam dada yang paling sepi adalah meletup-letup panggilan kecil tapi penuh arti ’Kepada semua yang peduli, jangan lupakan kami, Sedikit dari kebaikanmu sangat berarti bagi kami, mari baku peduli’.

Catatan: selengkapnya tentang program beasiswa baku peduli, silahkan mengnjungi http://bakupeduli.wordpress.com