Sebelum 11 September 2010, Terry Jones, Pendeta dari Dove World Quatreach Center Florida, mengajak seluruh umat kristen untuk berpartisipasi dalam ‘Hari Bakar Al-Quran Sedunia’ sebagai bentuk peringatan menyambut 9 tahun tragedi serangan Word Trade Center (WTC) oleh ‘Jaringan Al-Qaedah’ yang hingga kini belum dipastikan kebenarannya.

Gila….! Sebuah bentuk peringatan yang aneh. Ajakan Terry Jones, tidak hanya membuat kaum muslim terperanjat, tetapi juga kalangan kristiani sendiri. Sederetan pertanyaan pun menyembul ke permukaan: mengapa Jones sampai melakukan itu? Apakah tidak ada bentuk perayaan lain yang lebih santun? Apakah benar Jones adalah pendeta, atau hanya seorang provokator dan atau jangan-jangan pendeta gadungan?

Selanjutnya apakah hubungan antara peristiwa WTC dengan Al-Quran? Mengapa harus murka pada Al-Quran? Apakah ada tertulis dalam A-Quran bahwa ‘Pengikut Nabi Isa harus dimusnahkan dari muka bumi’ Pertanyaan lebih lanjut: Apakah seorang muslim yang menghancurkan WTC? Jika pembunuh itu adalah seorang muslim, perlu ditanyakan lebih lanjut, apakah seorang muslim diajarkan untuk membunuh orang lain? Dan seterusnya.

Sampai suatu pada ketika, setelah menampung semua tanya yang beredar dengan tidak ada satu jawaban pun yang memuaskan, aku pun menggerutu

“Aku tidak percaya jika aku tidak melihat setan, sekarang aku melihatnya, dialah Pendeta Terry Jones” kataku dalam hati.

Maaf aku kesal…!!! Mengapa tidak? Sebab bagiku, tidak pantas untuk menyebut Terry Jones sebagai seorang pendeta. Sebab pendeta seharusnya tidak berkarakter sepertinya. Seorang pendeta seharusnya  tidak hanya mengajarkan tentang kebaikan-kebaikan, kebenaran-kebenaran  dalam tema besar yang bernama cinta kasih. Tetapi juga mengamalkannya dalam keseharian hidupnya, pada hari-hari kesaksiannya.

Seperti pastor, para ulama dan kiyai atau siapa pun pemimpin agama seharusnya Pendeta Terry Jones memberikan teladan yang baik. Tidak memprovokasi dan apalagi menghasut siapa pun, apalagi domba-domba Tuhan, untuk melakukan hal-hal yang buruk, apalagi hal tersebut adalah menyangkut sesuatu yang sakral.  Mengajak “Membakar Al-Quran”.

“Ya Tuhan” Tentu saja, ini bukan hanya ajakan yang tidak bermoral, tetapi juga menyesatkan. Tidak bermoral karena menghasut, memprovokasi, dan mengganggu ketenteraman umum. Menyesatkan karena berdalih ‘Atas Nama Tuhan’.

Dengan dan dalaih itu, Jones melakukan tindakan yang dimata hukum disebut sebagai ‘kriminal’ dan dimata agama disebut sebagai ‘dosa’. Namun dua hal ini bukan wilayahku untuk menjelaskannya. Aku bisa menduga. Bahwa apa yang dilakukan Jones merupakan simbol kepongahan mayoritas atas minoritas. Terlepas dari segala benci dan dendam pribadi Jones sendiri.

Seperti diketahui, kaum muslim di Amerika adalah minoritas. Minoritas dalam ‘kelaziman buruk’ kaum mayoritas adalah sekelompok orang atau pribadi ‘pengganggu’. Lantaran itu, pantas untuk dienyahkan. Mayoritas dalam ‘kelaziman buruk’ selalu menganggap segala norma dan aturan, pun termasuk kelaziman-kelazimannya sebagai yang benar. Mayoritas dalam ‘kelaziman buruk’ selalu melihat minoritas sebagai objek.

Jones sesungguhnya sedang terjebak dalam ‘Kelaziman buruk’ itu, sebuah kepongahan mayoritas yang menganggap dirinya selalu benar, tidak salah, tindakan-tindakannya sebagai patokan, ajaran-ajarannya sebagi norma. Walau sesungguhnya tentang semuanya itu adalah dapat salah. Jika mau diringkas ‘Kelaziman buruk’ dan atau ‘kepongahan mayoritas’ adalah ini: Gajah di pelupuk mata tak tampak, semut diseberang lautan tampak.

Maaf kalau aku menggerutu lagi “Setan biasanya mengganggu orang, kerjanya usil, tapi dia tidak menyadari dirinya sendiri kalau sebenarnya dia adalah setan. Setan itu adalah pendeta Terry Jones”.