“Mboko roko sono, te’a wera wesa” adalah salah satu teka-teki yang hingga kini masih terekam dalam ingatan saya. Ketika masih bocah, selalu dalam setiap kunjungan ke kampong orang tua, nenek selalu memanjakan kami para cucunya dengan teka-teki yang jenaka, salah satu di antaranya adalah teka-teki di atas.

“Mboko roko sono, te’a wera wesa” secara hurufiah berarti “buah, ketika masih menjadi bakal buah (buah muda) biasanya tersembunyi (disembunyikan), tetapi ketika sudah tua dan atau matang barulah terbuka, terburai isinya”. Sebagai bocah, kami sesungguhnya tidak paham betul dengan makna teka-teka ini, namun setelah diberi tahu artinya, kami baru terpingkal-pingkal.

“Oh ya” atau kadang seperti Ipin dan Upin kami serempak “ya Betul..betul..betul”. Masuk akal. Mengapa tidak terpingkal jenaka, karena sesungguhnya “Mboko roko sono, te’a wera wesa” menganalogikan tentang ‘payudara’ seorang perempuan/wanita. Ketika masih gadis, seorang perempuan biasanya (memang harus) menyembunyikan payudara mereka. Haram hukumnya untuk dipertontonkan di depan umum. Namun ketika sudah melahirkan dan ber-bayi, barulah dipertunjuk-lihatkan, sekurangnya untuk sang suami dan si bayi.

Pornokah ini? Atau selanjutnya apakah nenek kami mengajarkan sesuatu yang porno kepada kami? Tentu saja tidak, sebagai bocah kami memahaminya sebagai penggambaran atas fakta, pelukisan atas keseharian. Memang serupa itulah fakta yang terjadi di daerah kami, Keo Tengah Nage Keo Flores Nusa Tenggara Timur. Tidak ada respon birahi yang mendesak adrenalin kami, selain liur kami kecipratan melejit keluar dari gigi-gigi lantaran teka-teki jenaka itu.

Di bawah ini saya mengangkat contoh teka-teki lain, yang saya ambil dari I Wayan Arka dan Ivan Ture dalam NUNU NANGE NGAJA RONGGA/CERITA BAHASA RONGGA/STORIES FROM RONGGA (2007). Salah satu di antaranya adalah teka-teki tentang  “Penis adik banyak kutilnya” yang mau mengatakan tentang “Buah pare”

  • Anak jatuh di jurang, ibu tertawa terbahak-bahak (Buah paka)
  • Malam jadi papan, siang jadi balok (Tikar)
  • Rumah kita di sini tiang ke bawah atapnya ke atas. Sedangkan rumah mereka di sana tiangnya ke atas, atapnya ke bawah (Sarang tawon)
  • Belah batu liat air (Kelapa)
  • Bisa dipegang, tidak bisa dilihat (Telinga)
  • Masih kecil pakai baju, sudah besar telanjang bulat (Pohon bamboo)
  • Daunnya seperti parang, buahnya seperti ketupat (Nenas)
  • Angkat bendera jatuhlah batu (Tahi kuda)
  • Penis adik banyak kutilnya (Buah pare)