Mengetahui bahwa mantan kekasihnya telah dipinang dan dipersunting pencinta yang lain, pesona wajahnya tiba-tiba bermuram durja. Para sahabatnya bersahut-sahutan berpendapat. Seorang mencemooh ‘’seharusnya engkau tidak lekas meninggalkannya, jika memang masih berangan-angan’’.  Seseorang yang lain dengan pedas melepas kata ‘penyeselan selalu mendahului keberuntungan. Dan itu bodoh’. Lalu yang lain berkata dengan sinis sambil terkekeh-kekeh “tuing…tuing…tuing, buanglah mantanmu pada tempatnya”.

Mengapa harus bermuram durja. Rupa-rupanya ada penyesalan yang menggelantung. Sebagai misal, mungkin lantaran pemaafan yang belum tuntas untuk disampaikan. Atau salam yang belum sempat diberikan. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah sederetan pertanyaan kecil dari sebuah pertanyaan fundamental, bahwa kekecawaan, penyesalan adalah karena kekasih, sekali pun dia adalah mantan merupakan sesuatu yang sacramental (tanda dan symbol akan seuatu yang lebih, lain dan penting pun mendesak)

Mantan kekasih (dan apalagi kekasih), bagi seorang pencinta adalah kekuatan yang ada di luar dirinya. Kekuatan yang tidak hanya memberikan energy yang lebih dalam proses untuk kembali memahami diri, untuk menemukan hakikat keberadaannya sebagai anugerah. Tetapi juga motivasi yang kuat yang mendorong agar setiap pencinta mampu menghadirkan dirinya secara manusiawi dalam dunia.

Mantan kekasih (dan apalagi kekasih) adalah ‘aku’ yang lain. Terhadap ‘aku’ yang lain, kita tak sanggup membencinya. Semakin selalu kita membencinya, semakin selalu dicinta. Semakin selalu untuk dilupakan, semakin selalu hadir dan ada dalam bayang. Itulah sebabnya, mantan kekasih (dan apalagi kekasih) tidak akan pernah terusik dari ruang kenangan. Dia hadir dan ada, akrab dan menjiwai.

Namun cinta menjadi dangkal, lantaran cinta yang mempertemukan sepasang kekasih mengabaikan kekuatan ilahiah yang sudah sejak dijadi-adakan terpatri dalam setiap pribadi. Akibatnya, cinta hanya cipandang sekedar sebagai persentuhan-persentuhan emosional, perjumpaan-perjumpaan inderawi.  Sehingga, jika perjumpaan dan persentuhan itu kandas, yang diinderai hanyalah bau tubuh, yang dirasa hanya wangi pesona.

Padahal, jauh melampaui dari sekedar persentuhan emosi dan perjumpaan inderawi, cinta menarik setiap pencinta untuk menemukan kelebihan-kelebihan, kekuatan-kekuatan, energy dan motivasi dalam dan melalui kekasihnya. Lantaran itu, adalah manusiawi jika seseorang tiba-tiba bermuram durja kalau mendengar dan atau mengetahui mantan kekasihnya dipinang dan dipersunting kekasih yang lain.

Mengapa? Karena sebagian kekuatan yang dulunya pernah diperjuang-pertahankan telah hilang. Dan yang tertinggal adalah kenangan yang menyesakkan. Momen-momen serupa itu kadang membuat seorang pencinta matang dan dewasa dalam menentukan pilihan. Kaukah kekasihku ataukah yang lain. Kau atau yang lain, tetap sama-sama sacramental. Dan hanya yang terpilih yang terberkati.