Dalam Islam, Zikir (atau Dzikir) adalah sebuah keharusan. Dalam dan melalui ber-zikir antara Allah dan ummat-Nya diperjumpa-temukan. Antara manusia dan Allah-nya membangun komunikasi yang selalu pada setiap tempat dan segala waktu. Singkatnya, zikir adalah momen sekaligus medium untuk selalu mengingat Allah di antaranya dengan menyebut dan memuji nama Allah.

Landasan teologis Islam yang menegaskan bahwa ber-zikir itu wajib adalah sederetan kutiban ayat suci Al Quran sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.” [QS Al Ahzab 33:41]. Tidak berzikir akan mengakibatkan seseorang jadi orang yang rugi. “Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” [QS Al Munaafiquun 63:9]

Berzikir juga adalah momen Allah mengingat orang yang mengingatNya.“Karena itu, ingatlah Aku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al Baqarah:152]

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [QS Ali ‘Imran 3:190-191]

Manfaatnya adalah dengan berzikir hati menjadi tenteram. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” [QS 13:28]

Dan menutup pengantar singkat ini, di antara zikir yang utama adalah Laa ilaaha illallahu (Tidak ada Tuhan selain Allah). “Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: ‘Zikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallahu” [HR Turmudzi]

Sebab Rasulullah bersabda : ‘Sesungguhnya aku berkata bahwa kalimat : ‘Subhanallah, wal hamdulillah, wa Laa Ilaaha Illallah, wallahu akbar’ (Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Allah Maha Besar) itu lebih kusukai daripada apa yang dibawa oleh matahari terbit.’ (HR Bukhari dan Muslim).

Sebuah Peristiwa, Belajar Zikir Nabi Isa

Sebelum mulai menjawab pertanyaan di atas, adalah baik terlebih dahulu dikisahkan pengalaman berikut ini. Di Nanggroe Aceh Darusallam, persisnya Meulaboh Aceh Barat. Pada 2009. Ketika itu hari Minggu Paskah. Sebuah hari penting bagi ummat Kristiani menengangkan peristiwa keselamatan kebangkitan Yesus.

Namun saya, dengan tahu dan mau tidak ke gereja. Sudah sejak Kamis Putih, saya sudah meninggalkan ‘ruang doa’ gereja di Meulaboh Aceh Barat dan pergi menuju Pasantren Babul Mukarammah Beutung Ateuh Nagan Raya yang berjarak tempuh kurang lebih 100 km. Di sana, seperti biasa, saya bersama para santri-santriwati cilik bermain dengan buku tulis, buku gambar dan pensil (warna), sesekali bermain qasidah atau bermain-main di kebun. Bersama para santri senior saya mendengarkan mereka bercerita tentang petualang ‘iman’. Dan terakhir – ini yang penting karena menjadi isi catatan singkat ini – bersama Abu Malikun Saleh, pemimpin pondok pasantren Babul Mukarammah, saya mendapat pelajaran ‘islamologi teks-kontekstual’ (karena selain mendengarkan teori, saya juga berpraktek).

Sebuah praktek ke-Islaman, yang menjadi sebuah peristiwa yang sulit lupa, yang terjadi pada Hari Minggu Paskah itu adalah melakukan zikir Nabi Isa. Abu Malikun Saleh mengajarkan saya bagaimana seharusnya menyebut dan mengingat nama Allah dengan dan melalui menyebut nama Nabi Isa. Abu mengajarkan tentang ‘Zikir Nabi Isa’. Katanya “Jangan pernah menyangka bahwa Islam tidak mengingat Nabi Isa. Kami pun berzikir kepadanya” katanya.

Saya mencoba dengan senang hati untuk melafalkan zikir itu secara berulang. Walaupun pada awal-awal harus melipat kaki hingga pegal. Di ruang tamunya yang tidak seberapa luas, mencoba melafalkan zikir itu secara perlahan. “Laa Ilaaha Illallah, Nabi Isa Ruhullah” secara berulang.

Sungguh sebuah peristiwa yang sangat menarik dan menyentuh rasa. Menyapa ruang keyakinan dan iman. Mengapa tidak. Dalam dan melalui Yesus, sebagai seorang kristiani, saya percaya dan yakin bahwa Dia sesungguhnya adalah Allah. Dengan menyebut dan mengingat nama-Nya saja, saya dan kita semua membiarkan diri kita dipertemu-jumpakan dengan Allah. Membangun komunikasi, dan mendekatkan jarak, bahkan menjadi bagian dari kehendak-Nya. Inilah makna Zikir bagi seorang kristiani.

Terlepas dari Gereja Katolik Roma menganggap ini tidak pantas atau pantas, saya mengalami sungguh bahwa dalam dan melalui Islam saya menemukan Yesus sebagaimana yang saya imani, sekalipun saya tidak harus menjadi seorang muslim. Tapi pesan Abu, “jangan dipraktekkan ya di luar pasantren, dengan mengingat Allah-mu, hatimu pasti tenang” Demikian katanya.

Sebuah Ingatan, Tentang Santo Fransiskus dari Asisi

Ketika masih bergabung menjadi saudara-saudara dina (Ordo Fratrum Minorum-OFM) teringat saya akan pesan Santo Fransiskus dari Asisi perihal “Mereka yang pergi ke tengah kaum Muslimin“. Pesan tersebut menegaskan perihal perjumpaan yang tidak menimbulkan perselisihan apalagi pertengkaran, tetapi hendaklah kita tunduk kepada setiap makhluk insani karena Allah.

Dalam perjumpaan dengan kaum Muslim, Santo Fransiskus tidak hanya menyiarkan Injil Perdamaian, tetapi juga dari perjumpaan yang sama melahirkan inspirasi iman. Doa Angelus yang selama ini dipraktekkan Gereja Katolik dan biasanya di-doakan pada setiap jam enam pagi, jam dua belas siang dan jam enam sore sebenarnya merupakan refleksi Santo Fransiskus Asisi atas sembahyang lima waktu yang selalu dijalankan secara wajib dalam Islam.

Seperti yang kita ketahui bahwa salat lima waktu adalah salat fardhu (salat wajib) yang dilaksanakan lima kali sehari. Hukum salat ini adalah Fardhu ‘Ain, yakni wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang telah menginjak usia dewasa (pubertas), kecuali berhalangan karena sebab tertentu. Salat lima waktu merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah menurunkan perintah salat ketika peristiwa Isra’ Mi’raj.

Kelima salat lima waktu tersebut adalah:

  1. Subuh, terdiri dari 2 raka’at. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya putih yang melintang di ufuk timur. Waktu shubuh berakhir ketika terbitnya Matahari.
  2. Zuhur, terdiri dari 4 raka’at. Waktu Zhuhur diawali jika Matahari telah tergelincir (condong) ke arah barat, dan berakhir ketika masuk waktu Ashar.
  3. Asar, terdiri dari 4 raka’at. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam Hanafi, waktu Ahsar dimulai jika panjang bayang-bayang benda dua kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Ashar berakhir dengan terbenamnya Matahari.
  4. Magrib, terdiri dari 3 raka’at. Waktu Maghrib diawali dengan terbenamnya Matahari, dan berakhir dengan masuknya waktu Isya.
  5. Isya, terdiri dari 4 raka’at. Waktu Isya’ diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat, dan berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq keesokan harinya. Menurut Imam Syi’ah, Salat Isya’ boleh dilakukan setelah mengerjakan Salat Maghrib.

Terinspirasi atas sembahyang atau salat lima waktu di atas, Santo Fransiskus Asisi mencipta-lakukan doa Angelus. “Angelus” berarti “Malaikat”. Mengapa dinamakan Doa Angelus? Dinamakan Angelus karena kata ini merupakan kata pertama dari “Maria diberi kabar oleh Malaikat” Yang dalam bahasa Latinnya adalah “Angelus domini nuntiavit Mariae”

Doa Angelus sore hari dimulai pada abad ke-13 di Eropa. Oleh karena itu doa Angelus sore hari ini yang pertama kali digunakan. Selanjutnya pada pertengahan abad ke-14 barulah doa Angelus pagi hari digunakan di seluruh Eropa. Doa Angelus pagi dan sore hari didoakan oleh para rahib sebagai bagian dari doa pagi dan doa malam di biara-biara. Diawali dengan doa Angelus kemudian dilanjutkan doa-doa harian para rahib biara. Kemudian pada antara abad 14-15, barulah doa Angelus pada siang hari muncul dan mulai didoakan.

Tujuan Doa Angelus:

  1. Doa Angelus jam 6 pagi bertujuan untuk menghormati kebangkitan Kristus.
    Yesus yang telah bangkit dan bersama Kristus segenap makhluk memulai dari dengan semangat kebangkitan.
  2. Doa Angelus jam dua belas siang bertujuan untuk menghormati sengsara Kristus.
    Di tengah pekerjaan kita yang berat, kita senantiasa ingat Kristus yang telah berkorban bagi kita.
  3. Dan pada jam enam sore bertujuan untuk enghormati Inkarnasi Allah menjadi manusia.  Pada saat kita beranjak untuk beristirahat, ingatlah bahwa Allah selalu tinggal beserta kita.

DOA ANGELUS

Maria diberi kabar oleh Malaikat TUHAN
bahwa Ia akan mengandung dari Roh Kudus
Salam Maria …
Aku ini hamba TUHAN
terjadilah padaku menurut perkataanMU.
Salam Maria …
Sabda sudah menjadi daging
dan tinggal diantara kita
Salam Maria
Doakanlah kami, ya Santa Bunda ALLAH
supaya kami dapat menikmati janji KRISTUS.

Marilah berdoa
Ya ALLAH, karena kabar Malaikat kami mengetahui
bahwa YESUS KRISTUS PutraMU menjadi manusia.
Curahkanlah rahmatMU ke dalam hati kami,
supaya karena sengsara dan salibNYA,
kami dibawa kepada kebangkitan yang mulia.
Sebab DIAlah TUHAN dan Pengantara kami (Amin)

Makna ber-Zikir Bagi Seorang Kristiani

Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa dengan menyebut dan mengingat nama-Nya saja, saya dan kita semua (kaum kristiani) membiarkan diri kita dipertemu-jumpakan dengan Allah. Membangun komunikasi, dan mendekatkan jarak, bahkan menjadi bagian dari kehendak-Nya. Inilah makna Zikir bagi seorang kristiani.

Tidak ada paksaan memang, bagi segenap kaum kristiani untuk melafalkan “Laa Ilaaha Illallah, Nabi Isa Ruhullah” secara berulang. Iman akan Allah adalah relasi timbal-balik antara manusia dan Allah, atau sebaliknya yang dialami secara personal, unik dan khas. Namun bagi saya, berkaca pada apa yang sudah dilakukan Santo Fransiskus Asisi dan selanjutnya dialami sendiri, menjadi suatu hal yang menarik bahwa beriman kepada Allah yang diperjumpakan dalam pengalaman perjumpaan dan refleksi atasnya merupakan sebuah panggilan iman tersendiri.

Ringkasnya adalah dengan mengutip Al Baqarah “Karena itu, ingatlah Aku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” [Al Baqarah:152]. Selanjutnya “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia bukan percaya kepada-Ku, tetapi kepada Dia, yang telah mengutus Aku; dan barangsiapa melihat Aku, ia melihat Dia, yang telah mengutus Aku. Aku telah datang ke dalam dunia sebagai terang, supaya setiap orang yang percaya kepada-Ku, jangan tinggal di dalam kegelapan.” (Yohanes 12:44-46).

Mengingat dan menyebut Yesus dalam keseharian kita pada setiap perjumpaan dan segala kesempatan adalah ‘Mengingat Allah’. Dan dengan mengingat-Nya, kita tidak hanya menjadi bagian dalam Allah, tetapi juga ‘Jangan tinggal dalam kegelapan’.