Menjelang pemilihan umum anggota parlemen periode 2009-2014 keduanya bertemu dalam sebuah acara yang tidak biasa dan baru pertama kali digelar pasca penandatanganan MoU Helsinki (15 Agustus 2005). Keduanya menggubah syair ’do daidi’ dan selanjutkan diperdengarkan kepada publik secara rutin dalam acara ’Dodaidi Damai’. Sebuah acara radio berdurasi dua jam yang berisikan syair-syair do daidi. Keduanya melantunkan syair-syairnya, selanjutnya memberikan ruang bagi pendengar untuk melantunkan syair-syair yang sama atau menggubah syair lain dengan tetap mengusung visi perdamaian Aceh.

Maci Ida dan Syech Po adalah dua seniman perempuan dari Aceh Barat. Keduanya melantunkan syair dari pentas yang satu ke pentas yang lain. Kedua seniman senior ini, mengabdikan hidupnya hanya untuk seni, dan dari seni yang sama mereka hidup. Syech Po yang selalu mendapatkan inspirasi syair dari kepulan asa rokok lintingan, terkenal sebagai guru tarian Pho, sebuah tarian tradisional Aceh. Perkataan Pho berasal dari kata peubae, peubae artinya meratoh atau meratap. Pho adalah panggilan atau sebutan penghormatan dari rakyat hamba kepada Yang Mahakuasa yaitu Po Teu Allah. Bila raja yang sudah almarhum disebut Po Teumeureuhom.

Tarian ini dibawakan oleh para wanita, dahulu biasanya dilakukan pada kematian orang besar dan raja-raja, yang didasarkan atas permohonan kepada Yang Mahakuasa, mengeluarkan isi hati yang sedih karena ditimpa kemalangan atau meratap melahirkan kesedihan-kesedihan yang diiringi ratap tangis. Sejak berkembangnya agama Islam. Tarian ini tidak lagi ditonjolkan pada waktu kematian, dan telah menjadi kesenian rakyat yang sering ditampilkan pada upacara-upacara adat.

Sementara Maci Ida menjadi terkenal karena suaranya mengangkasa melalui acara Tambo Rencong Aceh yang dipancarluaskan oleh 101,3 Dalka FM. Suaranya yang khas – meledak-ledak, kepiawaiannya dalam mengolah katakata syair, serta kemahirannya dalam berkomunikasi membuat namanya berkibar.

Menjelang pemilihan umum anggota parlemen periode 2009-2014 keduanya bertemu dalam sebuah acara yang tidak biasa dan baru pertama kali digelar pasca penandatanganan MoU Helsinki (15 Agustus 2005). Keduanya menggubah syair ’do daidi’ dan selanjutkan diperdengarkan kepada publik secara rutin dalam acara ’Dodaidi Damai’. Sebuah acara radio berdurasi dua jam yang berisikan syair-syair do daidi. Keduanya melantunkan syair-syairnya, selanjutnya memberikan ruang bagi pendengar untuk melantunkan syair-syair yang sama atau menggubah syair lain dengan tetap mengusung visi perdamaian Aceh.

Di bawah ini adalah salah satu karya Syech Po dan Maci Ida yang berjudul ’Perdamaian’.

Jak kudodi kudodi ayon

Taboh talo pon naleng kom-kom ma

Talo jih syah dat ayon kalimah

Tuan patimah yang pupon baca

Pergi saya dodi-dodi ayun

Pasang tali pertama rumput ilalang

Tali syhadat  ayun kalimah

Siti fatimah yang mulai baca

Bebagah rayek anek lon sayang

Sabouh penesan  aneuk bak poma

Karayeuk gata aneuk badan

lam pendidikan  gata poma ba

cepatlah besar  anakku sayang

Satu ibu pada anak

Jika kamu besar nanti

Ibu antar kamu ke sekolah

Wahe aneuk janton hate nan

jeut kepemimpinan pengurus bangsa

Bekna korupsi oh, jabatan

salah bak tuhan hana ampon dosya

Wahai anak kesayangan ibu

Jadi pemimpin mengurus bangsa

Jika ada jabatan jangan korupsi

Tidak diampuni dosa oleh Tuhan

Beu ek bahgia orou ngon malam

ke aneuk badan, doa bak poma ,

Ngon bijak sana ta ato program

lam  perdamian kenam tacipta

Bahagia siang dan malam

Ibu berdoa untuk anak

Dengan bijaksana mengatur program

Ciptakanlah perdamaian

Bena taingat janton hate nam

Getimang – timang gata le poma

Geupeuh ngon  bu gejampu pisang

Jedodi  sayang sajan ie mata.

Suatu saat nanti ingatlah ibu

Diberi kasih sayang oleh ibu

Nasi campur pisang

Sambil dodaidi menitikan airmata