AristotelesAmicus Plato, magis amica veritas – Plato memang sahabatku, tetapi kebenaran jauh lebih akrab denganku. Sudah sejak itu Aristoteles (348-324 SM) meninggalkan Plato (427-347) guru dan sahabatnya yang telah bersamanya selama 20 tahun. Aristoteles adalah seorang Stagira, sekarang wilayah Yunani utara, di daerah Makedonia. Murid Plato ini memiliki seorang istri bernama Pythias, dan dari hubungan cinta mereka lahirlah dua orang anak. Seorang putri bernama sama seperti ibunya Pythias, sementara seorang laki-laki bernama Nikomachos. Kelak nama putranya ini diabadikan dalam judul karangannya tentang etika yang terkenal yakni Ethica Nikomacheia.

Berbeda dengan gurunya Plato, Aristoteles mampu menurunkan filsafat dari surga (dunia idea Plato) ke bumi. Bagi Aristoteles filsafat selalu beranjak dari bawah-realitas kongkret-dunia, bukan berasal dari dunia idea-idea. Perbedaan antara Plato dan Aristoteles tidak hanya menyangkut persoalan filosofis, tetapi juga merambah ke soal bagaimana mereka menulis gagasan atau ide-ide mereka.

Berbeda dengan tulisan Plato, tulisan-tulisan Aristoteles sangat kering dan kaku seperti eksiklopedi. Jadi tidak heran jika sang Filsuf ini disebut penulis ensiklopedis. Apa yang ditulisnya pada umumnya merupakan hasil studi atau telaah lapangan. Corpus Aristotelicum, yakni kumpulan karangan-karangannya mengenai organon (yang kelak disebut logika) adalah hamparan padang tandus yang berisikan diktat-diktat kuliah tentang ilmu pengetahuan alam, metafisika, berbagai tulisan tentang etika dan buku-buku mengenai estetika. Jika menjejaki tulisan-tulisan Aristoteles, saya seakan-akan disuguhkan dengan sebuah cara penulisan yang sistematis, logis dan ilmiah.

Ada dua hal penting jika saya pelajari bagaimana cara menulis dari putra Stagira ini. Pertama, saya dituntut untuk terlibat dalam realitas. Artinya, saya harus bercengkerama dengan data-data lapangan sebagai objek kajian atau objek studi dan tulisan. Namun yang saya lakukan bukan sebuah riset akademis yang memberatkan saya, tetapi meluangkan dan menghabiskan banyak waktu senggang dengan siapa pun yang sama jumpai (petani, nelayan, perempuan, agamawan, pekerja seni, pengemis, orang gila, dan masih banyak lagi) untuk mengobrol. Saya menyebutnya sebagai riset ’kopi’ karena selama perjumpaan dan bercerita tentang apa saja dengan orang-orang tersebut, selalu diselingi dengan minum kopi.

Kedua, data-data yang saya peroleh dari lapangan perbincangan yang kadang tidak jelas ujung pangkalnya, selanjutnya diolah dan ditafsirkan secara bebas berdasarkan latar ilmu yang saya peroleh sejak bangku sekolah dasar sampai ke jenjang perguruan tinggi. Amat jarang saya memperbandingkan atau menambah kasanah tulisan yang saya buat dengan kajian-kajian atau studi akademik siapa pun. Saya memetik ’cara’-nya saja, bukan ’isi’-nya.

Saya berprinsip dalam menulis sesuatu, saya tidak mau menjadi ’catatan kaki’ siapa pun. Alasannya, bukan hanya tidak mendidik saya untuk berpikir kreatif, tetapi juga menghindari saya dari sikap ’bermental-enak’ mengemut ’capek’ orang lain.

Sumber gambar: http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Aristoteles.jpg