Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Selain itu puisi juga merupakan curahan isi hati seseorang yang membawa orang lain ke dalam keadaan hatinya.

Baris-baris pada puisi dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag dan lain-lain). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. Puisi kadang-kadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengerti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala ‘keanehan’ yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi. Ada beberapa perbedaan antara puisi lama dan puisi baru

Namun beberapa kasus mengenai puisi modern atau puisi cyber belakangan ini makin memprihatinkan jika ditilik dari pokok dan kaidah puisi itu sendiri yaitu ‘pemadatan kata’. kebanyakan penyair aktif sekarang baik pemula ataupun bukan lebih mementingkan gaya bahasa dan bukan pada pokok puisi tersebut. Di dalam puisi juga biasa disisipkan majas yang membuat puisi itu semakin indah. Majas tersebut juga ada bemacam, salah satunya adalah sarkasme yaitu sindiran langsung dengan kasar. Dibeberapa daerah di Indonesia puisi juga sering dinyanyikan dalam bentuk pantun. Mereka enggan atau tak mau untuk melihat kaidah awal puisi tersebut.

Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi lama dan puisi baru

Puisi Lama

Puisi lama adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :

  • Jumlah kata dalam 1 baris
  • Jumlah baris dalam 1 bait
  • Persajakan (rima)
  • Banyak suku kata tiap baris
  • Irama

Ciri puisi lama:

  • Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama pengarangnya.
  • Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan sastra lisan.
  • Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata maupun rima.

Jenis-jenis puisi lama

  • Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki kekuatan gaib.

Contoh:

Assalammu’alaikum putri satulung besar

Yang beralun berilir simayang

Mari kecil, kemari

Aku menyanggul rambutmu

Aku membawa sadap gading

Akan membasuh mukamu

  • Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki, jenaka.

Contoh:

Kalau ada jarum patah

Jangan dimasukkan ke dalam peti

Kalau ada kataku yang salah

Jangan dimasukkan ke dalam hati

  • Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi pendek.

Contoh:

Dahulu parang sekarang besi (a)

Dahulu sayang sekarang benci (a)

  • Seloka adalah pantun berkait.

Contoh:

Lurus jalan ke Payakumbuh,

Kayu jati bertimbal jalan

Di mana hati tak kan rusuh,

Ibu mati bapak berjalan

  • Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.

Contoh:

Kurang pikir kurang siasat (a)

Tentu dirimu akan tersesat (a)

Barangsiapa tinggalkan sembahyang (b)

Bagai rumah tiada bertiang (b)

Jika suami tiada berhati lurus (c)

Istri pun kelak menjadi kurus (c)

  • Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.

Contoh:

Pada zaman dahulu kala (a)

Tersebutlah sebuah cerita (a)

Sebuah negeri yang aman sentosa (a)

Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)

  • Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri dari 6, 8, ataupun 10 baris.

Contoh:

Kalau anak pergi ke pekan

Yu beli belanak pun beli sampiran

Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi berjalan

Ibu cari sanak pun cari isi

Induk semang cari dahulu

Puisi Baru

Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.

Ciri-ciri Puisi Baru:

  • Bentuknya rapi, simetris;
  • Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
  • Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair meskipun ada pola yang lain;
  • Sebagian besar puisi empat seuntai;
  • Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
  • Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian besar) : 4-5 suku kata.

Jenis-jenis Puisi Baru Menurut isinya, puisi dibedakan atas :

  • Balada adalah puisi berisi kisah/cerita. Balada jenis ini terdiri dari 3 (tiga) bait, masing-masing dengan 8 (delapan) larik dengan skema rima a-b-a-b-b-c-c-b. Kemudian skema rima berubah menjadi a-b-a-b-b-c-b-c. Larik terakhir dalam bait pertama digunakan sebagai refren dalam bait-bait berikutnya. Contoh: Puisi karya Sapardi Djoko Damono yang berjudul “Balada Matinya Seorang Pemberontak”.
  • Himne adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan. Ciri-cirinya adalah lagu pujian untuk menghormati seorang dewa, Tuhan, seorang pahlawan, tanah air, atau almamater (Pemandu di Dunia Sastra). Sekarang ini, pengertian himne menjadi berkembang. Himne diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, berisi pujian terhadap sesuatu yang dihormati (guru, pahlawan, dewa, Tuhan) yang bernapaskan ketuhanan.

Contoh:

Bahkan batu-batu yang keras dan bisu

Mengagungkan nama-Mu dengan cara sendiri

Menggeliat derita pada lekuk dan liku

bawah sayatan khianat dan dusta.

Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu

menitikkan darah dari tangan dan kaki

dari mahkota duri dan membulan paku

Yang dikarati oleh dosa manusia.

Tanpa luka-luka yang lebar terbuka

dunia kehilangan sumber kasih

Besarlah mereka yang dalam nestapa

mengenal-Mu tersalib di datam hati.

(Saini S.K)

  • Ode adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa. Nada dan gayanya sangat resmi (metrumnya ketat), bernada anggun, membahas sesuatu yang mulia, bersifat menyanjung baik terhadap pribadi tertentu atau peristiwa umum.

Contoh:

Generasi Sekarang

Di atas puncak gunung fantasi

Berdiri aku, dan dari sana

Mandang ke bawah, ke tempat berjuang

Generasi sekarang di panjang masa

Menciptakan kemegahan baru

Pantun keindahan Indonesia

Yang jadi kenang-kenangan

Pada zaman dalam dunia

(Asmara Hadi)

  • Epigram adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup. Epigram berasal dari Bahasa Yunani epigramma yang berarti unsur pengajaran; didaktik; nasihat membawa ke arah kebenaran untuk dijadikan pedoman, ikhtibar; ada teladan.

Contoh:

Hari ini tak ada tempat berdiri

Sikap lamban berarti mati

Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan

Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.

(Iqbal)

  • Romansa adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih. Berasal dari bahasa Perancis Romantique yang berarti keindahan perasaan; persoalan kasih sayang, rindu dendam, serta kasih mesra
  • Elegi adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan. Berisi sajak atau lagu yang mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih atau rindu, terutama karena kematian/kepergian seseorang.

Contoh:

Senja di Pelabuhan Kecil

Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

(Chairil Anwar)

  • Satire adalah puisi yang berisi sindiran/kritik. Berasal dari bahasa Latin Satura yang berarti sindiran; kecaman tajam terhadap sesuatu fenomena; tidak puas hati satu golongan (ke atas pemimpin yang pura-pura, rasuah, zalim etc)

Contoh:

Aku bertanya

tetapi pertanyaan-pertanyaanku

membentur jidat penyair-penyair salon,

yang bersajak tentang anggur dan rembulan,

sementara ketidakadilan terjadi

di sampingnya,

dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,

termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.

(WS Rendra)

Sedangkan macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:

  • Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai).

Contoh:

Berkali kita gagal

Ulangi lagi dan cari akal

Berkali-kali kita jatuh

Kembali berdiri jangan mengeluh

(Or. Mandank)

  • Terzina, puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai).

Contoh:

Dalam ribaan bahagia datang

Tersenyum bagai kencana

Mengharum bagai cendana

Dalam bah’gia cinta tiba melayang

Bersinar bagai matahari

Mewarna bagaikan sari

(Sanusi Pane)

  • Kuatrain, puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).

Contoh :

Mendatang-datang jua

Kenangan masa lampau

Menghilang muncul jua

Yang dulu sinau silau

Membayang rupa jua

Adi kanda lama lalu

Membuat hati jua

Layu lipu rindu-sendu

(A.M. Daeng Myala)

  • Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).

Hanya Kepada Tuan

Satu-satu perasaan

Hanya dapat saya katakan

Kepada tuan

Yang pernah merasakan

Satu-satu kegelisahan

Yang saya serahkan

Hanya dapat saya kisahkan

Kepada tuan

Yang pernah diresah gelisahkan

Satu-satu kenyataan

Yang bisa dirasakan

Hanya dapat saya nyatakan

Kepada tuan

Yang enggan menerima kenyataan

(Or. Mandank)

  • Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai).

Contoh:

Merindu Bagia

Jika hari’lah tengah malam

Angin berhenti dari bernapas

Sukma jiwaku rasa tenggelam

Dalam laut tidak terwatas

Menangis hati diiris sedih

(Ipih)

  • Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).

Contoh:

Indonesia Tumpah Darahku

Duduk di pantai tanah yang permai

Tempat gelombang pecah berderai

Berbuih putih di pasir terderai

Tampaklah pulau di lautan hijau

Gunung gemunung bagus rupanya

Ditimpah air mulia tampaknya

Tumpah darahku Indonesia namanya

(Mohammad Yamin)

  • Oktaf/Stanza, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).

Contoh:

Awan

Awan datang melayang perlahan

Serasa bermimpi, serasa berangan

Bertambah lama, lupa di diri

Bertambah halus akhirnya seri

Dan bentuk menjadi hilang

Dalam langit biru gemilang

Demikian jiwaku lenyap sekarang

Dalam kehidupan teguh tenang

(Sanusi Pane)

  • Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Bahasa Italia) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia, soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muhammad Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).

Contoh:

Gembala

Perasaan siapa ta ‘kan nyala ( a )

Melihat anak berelagu dendang ( b )

Seorang saja di tengah padang ( b )

Tiada berbaju buka kepala ( a )

Beginilah nasib anak gembala ( a )

Berteduh di bawah kayu nan rindang ( b )

Semenjak pagi meninggalkan kandang ( b )

Pulang ke rumah di senja kala ( a )

Jauh sedikit sesayup sampai ( a )

Terdengar olehku bunyi serunai ( a )

Melagukan alam nan molek permai ( a )

Wahai gembala di segara hijau ( c )

Mendengarkan puputmu menurutkan kerbau ( c )

Maulah aku menurutkan dikau ( c )

(Muhammad Yamin)

Puisi Kontemporer

Kata kontemporer secara umum bermakna masa kini sesuai dengan perkembangan zaman atau selalu menyesuaikan dengan perkembangan keadaan zaman. Selain itu, puisi kontemporer dapat diartikan sebagai puisi yang lahir dalam kurun waktu terakhir. Puisi kontemporer berusaha lari dari ikatan konvensional puisi iti sendiri. Puisi kontemporer seringkali memakai kata-kata yang kurang memperhatikan santun bahasa, memakai kata-kata makin kasar, ejekan, dan lain-lain. Pemakaian kata-kata simbolik atau lambing intuisi, gaya bahasa, irama, dan sebagainya dianggapnya tidak begitu penting lagi.

Tokoh-tokoh puisi kontemporer di Indonesia saat ini, yaitu sebagai berikut:

Puisi kontemporer dibedakan menjadi 3 yaitu

  • Puisi mantra adalah puisi yang mengambil sifat-sifat mantra. Sutardji Calzoum Bachri adalah orang yang pertama memperkenalkan puisi mantra dalam puisi kontemporer. Ciri-ciri mantra adalah:
  1. Mantra bukanlah sesuatu yang dihadirkan untuk dipahami melainkan sesuatu yang disajikan untuk menimbulkan akibat tertentu
  2. Mantra berfungsi sebagai penghubung manusia dengan dunia misteri
  3. Mantra mengutamakan efek atau akibat berupa kemanjuran dan kemanjuran itu terletak pada perintah.

Contoh:

Shang Hai

ping di atas pong

pong di atas ping

ping ping bilang pong

pong pong bilang ping

mau pong? bilang ping

mau mau bilang pong

mau ping? bilang pong

mau mau bilang ping

ya pong ya ping

ya ping ya pong

tak ya pong tak ya ping

ya tak ping ya tak pong

sembilu jarakMu merancap nyaring

(Sutardji Calzoum Bachri dalam O Amuk Kapak, 1981)

  • Puisi mbeling adalah bentuk puisi yang tidak mengikuti aturan. Aturan puisi yang dimaksud ialah ketentuan-ketentuan yang umum berlaku dalam puisi. Puisi ini muncul pertama kali dalam majalah Aktuil yang menyediakan lembar khusus untuk menampung sajak, dan oleh pengasuhnya yaitu Remy Silado, lembar tersebut diberi nama “Puisi Mbeling”. Kata-kata dalam puisi mbeling tidak perlu dipilih-pilih lagi. Dasar puisi mbeling adalah main-main. Ciri-ciri puisi mbeling adalah:
  1. Mengutamakan unsur kelakar; pengarang memanfaatkan semua unsur puisi berupa bunyi, rima, irama, pilihan kata dan tipografi untuk mencapai efek kelakar tanpa ada maksud lain yang disembunyikan (tersirat).

Contoh:

Sajak Sikat Gigi

Seseorang lupa menggosok giginya sebelum tidur

Di dalam tidur ia bermimpi

Ada sikat gigi menggosok-gosok mulutnya supaya terbuka

Ketika ia bangun pagi hari

Sikat giginya tinggal sepotong

Sepotong yang hilang itu agaknya

Tersesat di dalam mimpinya dan tak bisa kembali

Dan ia berpendapat bahwa, kejadian itu terlalu berlebih-lebihan

(Yudhistira Ardi Nugraha dalam Sajak Sikat Gigi, 1974)

  1. Menyampaikan kritik sosial terutama terhadap sistem perekonomian dan pemerintahan.
  2. Menyampaikan ejekan kepada para penyair yang bersikap sungguh-sungguh terhadap puisi. Dalam hal ini, Taufik Ismail menyebut puisi mbeling dengan puisi yang mengkritik puisi.
  • Puisi konkret adalah puisi yang disusun dengan mengutamakan bentuk grafis berupa tata wajah hingga menyerupai gambar tertentu. Puisi seperti ini tidak sepenuhnya menggunakan bahasa sebagai media. Di dalam puisi konkret pada umumnya terdapat lambang-lambang yang diwujudkan dengan benda dan/atau gambar-gambar sebagai ungkapan ekspresi penyairnya.

Contoh:

Doktorandus Tikus I

selusin toga

me

nga

nga

seratus tikus berkampus

diatasnya

dosen dijerat

profesor diracun

kucing

kawin

dan bunting

dengan predikat

sangat memuaskan

(F.Rahardi dalam Soempah WTS, 1983)

Penyusunan puisi kontemporer sebagai puisi inkonvensional ternyata juga perlu memerhatikan beberapa unsur sebagai berikut:

  • Unsur bunyi; meliputi penempatan persamaan bunyi (rima) pada tempat-tempat tertentu untuk menghidupkan kesan dipadu dengan repetisi atau pengulangan-pengulangannya.
  • Tipografi; meliputi penyusunan baris-baris puisi berisi kata atau suku kata yang disusun sesuai dengan gambar (pola) tertentu.
  • Enjambemen; meliputi pemenggalan atau perpindahan baris puisi untuk menuju baris berikutnya.
  • Kelakar (parodi); meliputi penambahan unsur hiburan ringan sebagai pelengkap penyajian puisi yang pekat dan penuh perenungan (kontemplatif)