Menyakitkan. Hanya sepatah frasa itu yang dapat dikatakan untuk melukiskan ekspresi  pun perasaan sebuah kesebelasan sekelas Inggris ketika tunduk dari Italia dalam drama adu penalti pada perempat final Piala Eropa 2012. Ekspresi kekecawaan bahkan masih saja tampak sehari setelah kekalahan 4-2 itu.

Pada Senin (25/6) tampak beberapa pemain kesebelasan Inggris tertunduk ketika meninggalkan kediaman sementara mereka dari Hotel Stary, di Krakow. Joe Hart, walau tampak melepas senyum, tapi guratan wajahnya menunjukkan emosi yang berbeda. Tidak untuk Wyne Rooney dan Ashley Cole. Mata keduanya senyap walau dikepung sorak para supporter.

“Sebagai pemain, kami telah memberikan semua yang terbaik sejak hari pertama. Kami berharap kali ini kami beruntung, tetapi ternyata tidak. Saat adu penalty, tatkala sedang menanti dan saat mendapat giliran (mengeksekusi) kami terus berdoa. Namun, keberuntungan ada pada Italia…” kata Steven Gerard. Tanpa kita menyaksikan mimik dan ekspresinya, kata kalimatnya sudah menunjukkan secara jelas bahwa kekalahan serupa itu menyakitkan.

Bagi kesebelasan Inggris, kekalahan dalam drama adu penalty bukan yang pertama. Kekalahan yang memulangkan mereka kembali ke Inggris di Kiev, Ukraina pada Minggu (25/6) merupakan kekalahan ke enam sejak pertama kali pada piala dunia 1990 di Italia. Dimana pada ketika itu Inggris bertekuk lutut di hadapan Jerman Barat setelah dalam waktu normal imbang 1-1.

“Kesenangan menyaksikan Yuri Gagarin di angkasa hanya bisa dilampaui oleh kesenangan menyelamatkan tendangan pinalti”

Bagi kesebelasan Inggris, siapa pun lawan mereka dalam drama adu penalty adalah musuh paling besar dan paling ditakuti. Teranyar, ekspresi itu tampak pada penjaga gawang Inggris, Joe Hart. Dalam drama adu penalty melawan Italia, di bawah mistar gawang, sambil menunggu tendangan pasukan Azuri, ia bergerak lepas. Ada beban kutukan di pundaknya. Dan untuk itu dia harus melepaskannya, sebab dialah satu-satunya harapan Inggris, selain kelima eksekutor yang mengantri.

Andai saja, satu sepakan pemain Italia dapat dihadangnya, maka akan menjadi kegembiraan yang luar biasa. Jika berhasil tepatlah kata Lev Yashin, mantan kiper kesebelasan Soviet, 1919-1990 bahwa “Kesenangan menyaksikan Yuri Gagarin di angkasa hanya bisa dilampaui oleh kesenangan menyelamatkan tendangan pinalti”

Namun sayang, dari lima eksekutor, termasuk Pirlo yang menendang dengan kekuatan paling lemah namun akurat, Joe Hart tak mampu menghadangnya. Menyembul dalam dadanya dan ribuan supporter Inggris bahwa kalah dalam drama adu penalty adalah kutukan. Dan siapa pun kesebelasan yang dihadapi Inggris akan menjadi gangguan laten. Seperti kata Satre (Filsuf, 1905-1980) “Dalam sepakbola, setiap hal menjadi rumit oleh kehadiran tim lain” Dan bagi Inggris, setiap lawan yang dihadapi dalam drama adu penalty adalah gangguan dan kekalahan adalah kutukan. Menyakitkan.