slide17Pemilu legislatif yang jatuh pada tanggal 9 April 2009, tinggal sebentar lagi. Komisi Pemilihan Umum provinsi dan kabupaten kota di Nanggroe Aceh Darusallam, tanpa sadar sebenarnya sedang berlomba bersama para ‘hantu’. Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan aturan dengan jelas bahwa cara memilih wakil rakyat adalah dengan men-contreng, tetapi para ‘hantu’ melakukan serangan fajar, justru bersosialisasi dengan cara menggigit dan menembak. Pesta demokrasi 2009 di Aceh sedang diuji. Ke mana biduk Nanggroe Darusallam ini mau dibawa?

 

***

Pagi-pagi, seorang caleg perempuan untuk dari salah satu partai politik nasional menemui saya di kantor. Dengan sedikit kesal sang caleg mengisahkan tentang spanduknya yang dirusak oleh seseorang. Lantaran mungkin karena kain spanduknya terlalu kuat dan tidak mudah untuk disobek, sang pelaku justru mencabik-cabik dengan gigi hingga koyak.

Saya tersintak, walau sebenarnya di dasar hati memendam tawa. Mengapa tidak kaget dan lucu? Tentang perusakan baliho para caleg yang terjadi di wilayah Aceh Barat, yang sering saya dengar dan lihat adalah dengan cara menyobek, menumbangkan tiangnya, atau melempari dengan tinta dan kotoran ternak.

Sedang kisah yang satu ini lucu, justru dengan cara menggigit…dasar hantu. Semoga ini kisah yang pertama dan terakhir kalinya saya dengar. Karena jika ada kisah lain yang serupa, maka sudah tidak menjadi lucu lagi tapi basi. Ada apa gerangan?

Menjawab pertanyaan ada apa dan mengapa semuanya itu terjadi tidak sulit, karena suhu politik di Aceh menjelang pemilu yang tinggal menghitung hari kian panas. Berbagai tindakan intimidasi, kekerasan dan bahkan pembunuhan mewarnai halaman depan koran harian lokal. Isu dan gosip menyebar, membuat prasangka, curiga dan tuduh menuduh kian menguat ke permukaan.

Granat dan senjata api, pisau dan kotoran ternak mengintai sepak terjak para caleg. Jika sasarannya bukan orang (baca: caleg) maka kantor dan atribut partai jadi korban.

Sebagian kalangan berteriak, sebagian yang lain bertahan. Hanya publik yang diam. Masyarakat tidak terusik. Mungkin apatis. Ini unik. Jangan-jangan berbagai bentuk ‘keanehan’ seperti yang sementara ini marak terjadi jelang pemilu adalah bagian dari bentuk ‘sosialisasi pemilu’.

Bayangkan…dengan begitu banyak partai politik, dengan begitu banyak wajah dan nama calon legislative, dengan begitu lebar dan panjangnya kertas suara, dengan begitu banyaknya kepentingan, dengan begitu banyaknya janji, tapi hanya untuk 30-an kursi anggota dewan, masyarakat lantas bertanya seperti apa atau bagaimana cara memilih para wakil rakyat? Siapa yang akan kami pilih? Dalam situasi seperti ini apakah kami harus memilih? Jika kami memilih, walau dengan sepenuh hati nurani apakah mereka akan memperhatikan nasib kami? Seterusnya dan seterusnya…sampai menumpuk teka-teki.

Di antara ketidakpastian situasi seperti itu, di antara jutaan pertanyaan dan kecemasan itu. Berkelebatlah para ‘hantu’ yang dengan cara yang unik, cerdas tapi provokatif mensosialisasikan cara memilih wakil-wakil rakyat yang sangat LUBER-Langsung Unik Bebas dan Rahasia.

Langsung: langsung saja menembak, atau membunuh hingga tewas. Unik, yakni dengan cara yang lain dari yang lain: menggigit, menyobek, mematahkan tiang baliho, melempari dengan tinta dan kotoran ternak. Bebas: seenak perut, jadi apa dan kepada siapa yang menurut si ‘hantu’ pantas dilakukan itulah yang dibuat, jika menembak ya menembak, melempari dengan tinta ya dengan cara itu. Dan yang terakhir adalah Rahasia: yakni hanya ‘hantu’ sendiri yang tahu siapa yang akan dia pilih.

Pertanyaan buat kita semua warga bangsa, dan masyarakat Aceh khususnya, jika sudah berhadapan dengan kertas suara, bagaimanakah caranya kita memilih wakil-wakil kita? Apakah dengan cara men-contreng, menggigit, ataukah menembak?

***

Ingat…jika kita salah memberi tanda, cepat atau lambat Aceh akan kembali ke titik nol. Lantas bagaimana memberi tanda yang benar? Jawabannya jelas ikut aturan Komisi Pemilihan Umum: Jika dibilang men-contreng ya contreng. Ketua KPU pusat bilang,”pada pemilu 2009 pemilih cukup membubuhkan tanda contreng dengan pulpen pada salah satu nomor urut atau nama caleg atau nama partai” Bukan menggigit apalagi menembak seperti cara memilih versi para ‘hantu’.