Untuk Luna Maya, aku mengatakan dia bukan orang berdosa. Sebab aku bukan Tuhan yang bisa mengatakan itu. Jika aku ditanya, apa kalimat yang tepat untuk mendefinisikan tindakan cinta terlarangnya bersama Ariel, aku hanya akan mengatakan bahwa Luna adalah salah satu dari sekian banyak orang yang ‘kawin di luar nikah’.

Tentang tindakannya itu, aku hanya mengatakan bahwa perbuatan itu sebagai tidak baik, karena secara terang benderang melanggar norma moral universal. Bahkan jika mau diurutkan tentang ketidakbaikan yang terjadi di tanah air, tindakan Luna Maya termasuk dalam kategori ‘agak mending’. Sebab masih ada yang lebih bejat dari Luna, yakni mereka yang memperkosa rakyat dengan ‘tipu-tipu’ politis, dengan ‘maling-maling’ korupsi.

Namun, dalam catatan kecil ini bukan tentang ‘kawin di luar nikah’ Luna Maya atau (apalagi) tentang ‘tipu-tipu’ politis dan ‘maling-maling’ korupsi para elite politik. Yang akan kukata-kisahkan adalah tentang satu hal yang positif dan atau yang bail dari Luna Maya. Pertama, ia sudah mengatakan maaf secara terbuka, kemudian kemudian ia mau kembali kepada jalan yang benar.

Mengapa baik? Karena mengatakan dan atau mengaku salah di hadapan khalayak adalah perbuatan yang butuh nyali besar. Di tengah kekecutan situasi, dan sindrom budaya tidak tahu malu, mengakui bahwa telah keluru dan salah adalah sesuatu yang ‘alergi’. Adalah lebih baik mengatakan tidak dengan konsekuensi tersiksa secara psikologis, ketimbang harus mengatakan ‘Maaf, saya telah melakukan itu’

Selanjutnya adalah tentang ‘kembalinya’ Luna Maya pada keseharian dalam rutinitasnya sebagai seorang artis. Siapa pun akan memaklumi itu, walau mungkin Luna sendiri masih tersiksa secara berulang oleh malu yang ia derita. Tapi bagiku tidak mengapa. Malunya adalah manusiawi. Deritanya adalah juga manusia. Menyembuhkan emosi dan luka bathin bukan pekerjaan karbitan, semisal mengubah kopral jadi kapolri dalam waktu hanya dua tiga hari.

“Luna Maya, aku masih ingat dengan kupu-kupu atau (mungkin) bukan di pinggulmu. Tentang itu sangat menyita mata. Sampai suatu saat, seperti hari ini, aku menuliskan itu dalam kalimat: lupakan kupu-kupu itu, biarkan dia terbang, sekarang saatnya anda meraih mimpimu”

Kini, Ariyo Wahab dan Rahmania Arunita secara tidak langsung telah ‘menyelamatkan’ Luna Maya dari rasa malu yang mendalam. Dalam  Nathalie’s Instinct, sebuah film pendek berdurasi 10 menit yang diangkat dari cerpen Basic Instinct karya Rachmania Arunita, sang sutradara, Ariyo Wahab menjadikan Luna Maya sebagai perempuan yang bermartabat. Sebagai Natalie, Luna dihadapkan dengan sebuah pertanyaan eksistensial ‘Siapakah saya dan mengapa aku harus berada di sini?”

Terlepas dari Luna Maya sebagai Natalie, pertanyaan tersebut di atas sesungguhnya dapat mengetuk hati Luna Maya sebagai pribadi yang pernah berbuat salah. Pertanyaan yang harus direfelsikan secara matang dan sungguh, sebagai momen penting menuju perubahan yang lebih besar dalam karir keartisannya. Pertanyaan yang sama seharusnya mengetuk hati kita semua sebagai warga bangsa, agar kita senantiasa sadar akan ‘keberdosaan’ kita. Bahwa sejatinya di tengah situasi hampa budaya malu, kita diajak untuk mencoba menunjukkan diri, berjiwa besar, mangatakan sebagai ‘yang salah’ atas kehidupan kita sendiri, keluarga, lingkungan, bangsa dan tanah air.

“Luna Maya, aku masih teringat dengan kupu-kupu atau bukan di pinggulmu. Tentang itu sangat menyita mata. Sampai suatu saat aku berujar, lupakan kupu-kupu itu, biarkan dia terbang, sekarang saatnya anda meraih mimpimu”

Sekelumit Tentang Nathalie’s Instinct

Ia kembali teringat lagi dengan pembicaraannya dengan Christine yang telah membuatnya berada disini, menghadapi 15 orang pria berganti-ganti dan menghabiskan waktu 8 menit bersama pria yang punya style yang sama dan kehidupan yang rata-rata sama, seperti yang dituliskan Nathalie di persyaratan jodoh yang dia inginkan.

Dan berkat pikiran yang melayang-layang, akhirnya 8 menit itu pun selesai sudah. Ketika Nathalie keluar dari restoran, Christine sudah menantinya. Nathalie langsung menyatakan bahwa speed dating adalah kesalahan, sama seperti keyakinan bahwa ada pria yang tepat untuknya seperti yang ia inginkan.

Tapi tiba-tiba Eric, teman kerja Arthur –pacar Christine muncul. Tiba-tiba Nathalie “merasakannya”. Dalam pembicaraan yang singkat, ada chemistry antara Nathalie dan Eric. Malah Christine tiba-tiba seperti tak ada. Malam itu, Nathalie dan Eric berbagi taksi bersama-sama.