Definisi tentang Tuhan pun sontak berubah di benak Floria. Tuhan baginya begitu kejam dan egois. Inilah isi ringkas Vita Brevis, ( yang telah di-Indonesia-kan dengan judul Vita Brevis, sebuah gugatan dari cinta, Jalasutra, 2005) buah karya Jostein Gaarder seorang pengajar filsafat dan novelis terkenal (karya terkenalnya yang lain adalah Dunia Sophie).

Vita brevis est, Floria! Hidup ini singkat, Floria! Kata-kata itu meluncur dari mulut Aurel saat mereka berdua, Laurel dan Floria, menyeberangi jembatan sungai Arno di Florentia (kini Firenze, Florence) pada sebuah senja.

Di taman berbunga itu sepasang kekasih ini memadu janji bahwa cinta akan membimbingnya hingga akhir. Tak terceraikan. Namun apa yang terjadi, selepas 12 tahun bersanding Aurel akhirnya kembali kepada ibunya Monika membawa serta Adeodatus buah cintanya bersama Floria. Tuhan hanya menjadi saksi kisah cinta mereka.

Hidup (cinta) itu benar-benar singkat, Floria. Kalimat romantika itu pun menjadi nyata serupa sembilu. Sudah sejak itu Floria menjadi penyendiri, sementara dalam hatinya berkecamuk tanya tentang apa artinya cinta. Cinta itu pun bisa lekang dimakan waktu. Cinta pun bisa berdusta. Floria benar-benar tidak menerima kenyataan itu, ketika mengetahui bahwa Aurel pergi meninggalkannya karena orang ketiga. Dan orang ketiga itu ternyata bukan orang biasa tetapi Tuhan.

Definisi tentang Tuhan pun sontak berubah di benak Floria. Tuhan baginya begitu kejam dan egois. Inilah isi ringkas Vita Brevis, ( yang telah di-Indonesia-kan dengan judul Vita Brevis, sebuah gugatan dari cinta, Jalasutra, 2005) buah karya Jostein Gaarder seorang pengajar filsafat dan novelis terkenal (karya terkenalnya yang lain adalah Dunia Sophie).

Vita Brevis sebetulnya adalah sebuah surat pribadi Floria, kekasih Aurel alias St. Agustinus dari Hippo, pujangga Gereja sekaligus pemikir Abad Pertengahan yang paling berpengaruh. Melalui Vita Brevis tampak jelas ‘kemanusiawian’ seorang Santo, Pujangga Gereja dan tokoh yang berpengaruh dalam dunia filsafat-kekristenan terlontar dengan amat gamblang.

Santo Agustinus, di kalangan agama Kristen dikenal sebagai seorang bapak Gereja, tetapi dalam pandangan Floria tidak lebih sebagai seorang pecundang. Membaca Vita Brevis seperti sedang menampung kegundahan juga gugatan seorang perempuan atas cinta yang terabaikan. Bayangkan saja, ibu mana yang tidak marah dan merasa tidak diinjak martabatnya jika seorang mantan suami (Agustinus) mengatakan anak buah cinta dengan istrinya dulu (Adeodatus) disebut sebagai dosa?

Namun sebelum membaca Vita Brevis akan menjadi lebih menarik jika terlebih dahulu membaca Pengakuan karya Aurel alias Agustinus dari Hippo, karena Vita Brevis sebetulnya adalah gugatan atas ‘kebohongan’ sebuah Pengakuan.