Indonesia adalah salah satu negeri yang santun. Orang-orangnya ramah, dilindungi oleh undang-undang yang bijaksana, serta dikawal oleh pemerintah yang soleh. Lantaran itu, apa pun peristiwa dan atau kasus yang berkaitan dengan perusakan moral dan akhlak hidup orang-orangnya, pemerintah akan bersikap tegas. Kasus teranyar adalah niat pemerintah untuk menutup Research in Motion (RIM) Blackberry.  Jika dalam tenggat waktu dua minggu Research in Motion (RIM) tidak mengindahkan pesan keras (ancaman)  tersebut, maka sebelum akhir Januari 2011 seluruh layanan BlackBerry di enam operator akan ditutup.

Ternyata, soalnya cuma satu yakni Research in Motion (RIM) Blackberry, katanya, sudah disalahgunakan untuk menyebarkan dan mengakses berbagai hal yang berkaitan dengan  ke-porno-an, baik itu cerita dan kisah-kisah prono, gambar-gambar porno, benda-benda porno, maupun film-film porno. Kawan saya, yang juga pengguna Blackberry lantas bereaksi, “Ternyata bukan hanya alat vital yang butuh kondom agar tidak jebol, Blackberry pun di-kondom-in?”

Blackberry pun di-kondom-in? Mengapa bukan moral dan akhlak anak-anak bangsa ini yang di-kondom-in dengan ajaran-ajaran moral, sikap, perilaku dan itikad baik oleh diri sendiri dan orang lain (orang tua, guru dan pemimpin), dalam  lingkungan yang ada (seperti keluarga, sekolah, agama, masyarakat)? Padahal, segala sesuatu yang berkaitan dengan ke-porno-an di negeri ini, bukan karena benda atau barang mati dan apalagi sesuatu yang dilihat sepintas, tetapi karena sikap dan perilaku bahkan mental warga bangsa ini yang cenderung ikut-ikutan, tidak memiliki budaya malu, dengan ditambah pemimpin yang tidak mampu memberikan teladan yang baik.

Bagi saya pribadi, sebagai salah pengguna Blackberry dari sekitar 3 juta orang pengguna BlackBerry di Indonesia, ancaman dan pelarangan tersebut di atas dianggap tidak masuk akal dan tidak relevan, sekalipun baik sebagai bentuk pencegahan. Tidak relevannya alasan pelarangan ini bagi saya karena dua hal.

Pertama, terlihat dari fakta bahwa akses ke situs-situs porno bisa dilakukan lewat berbagai cara. Seperti dilansir Tempointeraktif, edisi Rabu, 12 Januari 2011 bahwa akses ke situs porno sangat mungkin dijebol oleh siapa pun sekalipun bukan orang yang pandai mengutak-atik program komputer.

“Teknologi informasi memungkinkan pembatasan itu mudah dijebol. Salah satu caranya, dengan ”menipu” kode-kode pencegah akses. Misalnya menggunakan proxy (kode asal pengakses) palsu. Bahkan pengguna Internet tanpa keahlian komputer pun dengan mudah menerapkan cara ini. Teknik ”menipu” seperti itu pula yang menyebabkan Proyek Nawala, yaitu proyek memfilter konten-konten tak sehat di Internet yang digagas PT Telkom, juga tidak ampuh. Cobalah ketikkan kata kunci ”blokir Proyek Nawala” di Google. Dalam sekejap, akan muncul ratusan link yang isinya membeberkan cara mengakali pembatasan itu”

Kedua, pelarangan dan ancaman yang berkaitan dengan pornografi dan pornoaksi cenderung kea rah fisik dan bentuk, bukan sebaliknya ke soal isi dan mental masyarakat. Pornografi dan pornoaksi berkaitan dengan moral dan mental manusia yang selanjutnya muncul dalam sikap dan pola laku yang tidak terpuji. Akar masalahnya terletak pada mental manusia. Penguatan kualitas manusia secara moral adalah hal yang mendesak untuk negeri ini, bukan sebaliknya berkutat dengan masalah fisik semisal pengekangan atas penggunaan teknologi dan pengadaan seabrek undang-undang.

Maka tepat jika Pramono Anung, seperti dilansir Detiknews (Minggu, 09/01/2011) mengatakan “Orang tidak perlu membawa BlackBerry, kalau otaknya sudah porno ya porno…………. Saya lihat kalau ini alasannya cuma UU Pornografi, menurut saya yang membuat kebijakan kalau ini memang dilarang otaknya yang ngeres” kata Wakil Ketua DPR/MPR tersebut.

Akhirullkalam, itulah fakta negeri ini. Kita tidak dapat mengenak, sebab Indonesia adalah salah satu negeri yang santun. Orang-orangnya ramah, dilindungi oleh undang-undang yang bijaksana, serta dikawal oleh pemerintah yang soleh. Lantaran itu, apa pun peristiwa dan atau kasus yang berkaitan dengan perusakan moral dan akhlak hidup orang-orangnya, pemerintah akan bersikap tegas.