Mendengar kisah-kisah cerita rakyat (lewat mendongeng) atau sekarang – seiring dengan semakin banyaknya upaya untuk mencatatkan kembali cerita-cerita tersebut dalam bentuk teks/naskah/diktat atau buku – kita disodor-sadarkan perihal adanya kekuatan-kekuatan mendasar di balik lahir, tumbuh dan bertahannya cerita-cerita rakyat tersebut.

Kekuatan-kekuatan tersebut tidak hanya menjadi factor vital lahirnya kisah cerita rakyat tetapi juga menjadi penentu bertahannya kisah-kisah tersebut di tengah pusaran karya-karya fiksi modern, baik dalam bentuk novel, cerpen maupun cermin (cerita mini). Pun pula yang mengagumkan kita adalah bertahannya kisah-kisah cerita rakyat tersebut di tengah gempuran (semakin berkembangnya) budaya ‘menonton’ dan ‘meniru’. Kekaguman itu melahirkan tanya: mengapa cerita rakyat bertahan hingga hari ini?

Saya mencatat ada lima kekuatan utama yang antara satu dengan yang lainnya saling terikat-erat, yang menyebabkan kisah-kisah cerita raykat itu lahir, tumbuh dan bertahan hingga kini.

Pertama, adalah yang menjadi kekuatan dan kemampuan dasar lahirnya cerita rakyat, yakni kemampuan ber-mapping mind, (menulis dalam kepala). Tidak semua pengarang bisa melakukan ini, selain hanya mereka yang sanggup berimajinasi dan selanjutnya berdaya ingat tinggi. Jika kita melihat fakta bahwa sebagian besar cerita rakkyat lahir dan tumbuh dengan cara bertutur (tidak pernah dicatat) dapat dipastikan bahwa nenek moyang kita punya kemampuan luar biasa untuk tidak hanya melahirkan, tetapi juga menuliskan semua kisah-kisah itu dalam kepala mereka. Mengagumkan bukan? bagaimana mereka dapat berimajinasi untuk merangkaikan kisah, menyusun plot cerita, melahir-bentukkan tokoh dan karakter, serta serta selanjutnya memberikan pesan yang mau disampaikan.

Kedua, ada kemampuan lain yang juga menjadi vital, yakni kemampuan untuk mengisahkannya kembali. Kita menyebutnya sebagai kemampuan bertutur. Melalui dan dalam tradisi bertutur tersebut kita dapat melihat bahwa kisah-kisah itu diterus-wariskan dari generasi ke generasi. Dalam dan melalui tradisi bertutur, sebuah kisah dan atau cerita rakyat tidak hanya dijaga keutuhan ceritanya, tetapi juga kemampuan menangkap, daya ingat selanjutnya menyampaikannya kembali diuji dari generasi ke generasi. Dan tentang itu terbukti ampuh.

Disampiang dua kekuatan teknis di atas, sesungguhnya ada tiga kekuatan lain yang lebih esensial yang menjadi roh yang sesungguhnya mengapa sebuah cerita rakyat itu menjadi ada selanjutnya bertahan hingga hari ini. Yakni: pertama, mengandung pesan moral tentang keutamaan-keutamaan, ajaran-ajaran kebaikan berkaitan dengan budaya, lingkungan alam, relasi sosial, dan juga keyakinan, kepercayaan dan agama.

Kedua, dalam dan melalui cerita rakyat kita diingatkan selalu tentang masa lalu, tetang sejarah dan sebarek pesan moral para leluhur. Dalam dan melalui dongeng atau cerita-cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun (tanpa catatan) kita diajarkan bagaimana seharusnya berperang melawan lupa, pun pula berperang melawan kesesatan ‘nilai-nilai’ zaman yang tampaknya terus meluncas tanpa arah. Dan ketiga, cerita rakyat adalah cerminan identitas dan gambaran jati diri sebuah tradisi dan juga budaya pada sebuah wilayah atau daerah tertentu. Kisah dan cerita rakyat yang lahir dan muncul dalam dan dari sebuah wilayah tertentu menunjukkan peradabannya. Bahwa dalam dan dari wilayah tertentu lahir dan ada kecerdasan alamiah pun potensi dan kekayaan cultural.

Demikianlah lima kekuatan dan kemampuan yang menurut hemat saya menjadi kekuatan utama dalam melahirkan, menumbuhkan, selanjutnya mempertahankan kidah-kisah dan atau cerita-cerita rakyat. Sebagai bangsa yang kaya akan kisah dan cerita-cerita rakyat, yang tersebar seantero Nusantara, kita tidak hanya layak berbangga diri, tetapi lebih dari itu menemukan cela bagaimana mewarisi dan mempertahankan kekayaan ini. Sebab selain kaya akan pesan moral universal, pun secara spesifik kaya akan makna tradisi dan sejarah yang menjadi cirri dan identitas bangsa kita.