Belum tuntas warga Aceh mengusap air mata, karena kehilangan (kurang lebih) 20 saudara-saudari yang diterjang banjir bandang di Tangse, Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie pada Jumad, 11 Maret 2010, di layar kaca sudah muncul berita yang juga menyanyat rasa. Gempa dan tsunami mengguncang Jepang.

Peduli Kemanusiaan

Terbaca jelas warna duka pada raut wajah sebagian warga Aceh. Ibu Lailan misalnya, salah satu warga Aceh yang menetap di Desa Glee Siblah Kecamatan Woyla Aceh Barat dengan suara rendah melepas kata “Kasihan ya, jalan ini kan dibangun Jepang. Kami bisa jalan pulang baik dari desa ke kota Meulaboh karena Jepang bangun jalan ini” kisahnya sambil menatap lekat ke badan aspal. Dimana pembangunan jalan Geumpang-Meulaboh yang melewati desa Glee Siblah, seperti diketahui merupakan salah satu jalur lintasan yang dibangun pemerintah Jepang pascatsunami 2004.

“Sekarang Jepang kena tsunami, bagaimana kita bisa balas membantu?” lanjutnya. “Kita hanya bisa bantu dengan doa, semoga pemerintah bisa membantu masyarakat Jepang. Dan kita yang di Aceh bantu saudara-saudara kita yang di Tangse” Kata Ibu Lailan lebih lanjut, sambil meneruskan pekerjaan rutinnya melayani pembeli yang berdatangan silih berganti ke kedainya.

Aceh dan Jepang memang tidak punya garis sejarah bahwa keduanya satu nenek moyang, tetapi kalimat lepas yang terlontar dari Ibu Lailan, menunjukkan secara jelas bahwa solidaritas kemanusiaan dan keberpihakan kepada yang susah dan menderita adalah tanggung jawab umat manusia. Tanggung jawab kita semua.

Melihat Jepang

Gempa bumi yang disusul gelombang tsunami setinggi 10 meter di pesisir timur laut Jepang, telah meluluhlantakkan sejumlah wilayah di Negeri Sakura. Seperti dilansir MetroNews.com Sabtu, 12 Maret 2011, Kronologis gempa yang terjadi pada Jumad, 11 Maret 2010 itu diawali guncangan kuat pukul 14.46 waktu setempat. Pusaran besar kemudian terlihat muncul di Laut Jepang yang menghadap Samudera Pasifik. Ini yang memastikan akan terjadi Tsunami. Sekitar 30 menit kemudian terjadi gempa susulan berkekuatan 7,4 SR.

Badan Meteorologi Jepang lalu mengeluarkan Peringatan Tsunami untuk seluruh pesisir timur Jepang, yang menghadap Samudera Pasifik, termasuk 20 negara yang bersentuhan langsung dengan samudera. Sejumlah wilayah Indonesia termasuk di dalamnya. Sebab seperti diketahui, dari Jepang ini, Cincin Api pecah menjadi dua. Pertama, ke barat cincin ini menyusur ke Filipina, lalu mengenai kepulauan di atas Sulawesi Utara, Maluku Utara, selanjutnya menyusur ke selatan ke wilayah Maluku, Nusa Tenggara. Jalur ini kemudian berbelok ke barat menyusuri daerah perairan selatan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, lalu di wilayah Asia bagian selatan.

Korban tewas dalam gempa yang berkekuatan 8,9 skala Richter itu diperkirakan lebih dari 1.000 jiwa. Mereka terkubur dan hanyut bersama reruntuhan bangunan dan kendaraan dalam gelombang tsunami.

Mengenang Aceh

Dasyatnya peristiwa gempa dan tsunami yang menimpa negeri Sakura ini mengingatkan kita semua pada peristiwa serupa yang terjadi di tanah air beberapa tahun silam. Pada ketika itu, Minggu 26 Desember 2004, tepat pukul 7:58:53 WIB, gempa berkekuatan 9,3 skala Richter terletak pada bujur 3.316° N 95.854° EKoordinat3.316° N 95.854° E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer, yang dikenal sebagai gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini telah menghantam Aceh, Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Srilangka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika.

Bencana ini merupakan peristiwa paling kelam karena menelan kematian terbesar sepanjang sejarah. Tercatat, jumlah korban tewas di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI (11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu 16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang, diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera Utara.