Pendidikan adalah merupakan salah satu elemen vital pembangunan. Penguatan kapasitas pendidikan dengan meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan merupakan agenda pemerintah dan semua elemen masyarakat NTT yang paling mendesak dan perlu diprioritaskan

Nusa Tenggara Timur (NTT) selalu identik dengan miskin. Miskin dalam banyak hal, bukan hanya secara ekonomi karena pendapatan perkapita masyarakat NTT yang rendah.

Juga secara geografis yang tidak memihak (gersang, tandus, musim kemarau yang berkepanjangan dan kurangnya curah hujan), secara kultural (masih terbiasanya pesta pora yang menelan biaya tidak kecil, juga belis yang mahal), secara struktural (dengan iklim pemerintahan yang koruptif dan mengentalnya egosektoral antara wilayah), serta secara akademik dimana masih rendahnya sumber daya manusia karena mutu pendidikan yang rendah.

Busung lapar dan praktek korupsi yang selalu menjadi headline cerita warung nasi sampai halaman koran di wilayah NTT adalah gunung es dari komplesitas masalah keterbatasan dan kemiskinan yang dialami masyarakat NTT. Namun demikian, walaupun distigma miskin, lantas bukan menjadikan kita kehilangan nyali untuk bangkit dan berjuang, apalagi terjebak pada sikap ’berpasrah pada nasib’.

Pemetaan Potensi

Sebagai seorang anak yang lahir dari rahim NTT, saya masih cukup optimis bahwa di tengah kompleksitas permasalahan di atas kita masyarakat NTT memiliki potensi dan peluang (berupa sumberdaya dan kearifan-kearifan lokal) yang mesti diangkat ke permukaan, dikembangkan dan dipertahankan. Berbagai potensi yang menurut hemat saya pantas untuk tidak hanya dibanggakan tetapi juga diolah secara terus menerus karena merupakan sebuah energi positip dalam implementasi program pembangunan daerah.

Pertama, adalah potensi kultural. Saya melihat potensi kultural terdiri atas dua hal yakni : 1) Berkaitan sikap dan semangat. Semangat kekeluargaan, kerjasama dan gotong royong yang sangat tinggi merupakan kekuatan utama dalam pembangunan berbasis komunitas. Hal ini sangat didukung oleh iklim persaudaraan dan kawin (dalam) suku yang masih kuat, sehingga solidaritas internal masih sangat kuat dan kental. 2) Berkaitan dengan hasil cipta dan produk kreativitas budaya. NTT tidak hanya dapat dipanjangkan menjadi Nusa Tenggara Timur tetapi juga dapat disebut sebagai kumpulan Nusa Tenun Tangan. Hasil tenun ikat masyarakat NTT memiliki kualitas unggulan. Hal ini belum dikembangkan secara maksimal lantaran diproduksi berdasarkan kebutuhan pasar (permintaan pasar), bukan sebaliknya sebagai sebuah gerakan bersama, kreatifitas komunitas untuk menciptakan pasar dan mempublikasikannya secara luas dengan manajemen produksi dan pemasaran yang baik.

Kedua, adalah sumber daya alam. NTT memiliki sumber daya alam darat dan laut yang melimpah yang belum dieksplorasi dan dikembangkan dengan manajemen yang baik. NTT berpotensi untuk mengembangkan tanaman jangka panjang, seperti kopi, cokelat, cengkeh, kelapa dan fanili. Saya menganjurkan agar pemerintah di setiap kabupaten mengambil alih pemasaran produk pertanian ini. Setiap kabupaten menyiapkan bank tani bagi para petani, yang difungsikan tidak hanya sebagai pasar utama dan pertama bagi produk pertanian dengan harga yang memihak untuk para petani, tetapi juga sebagai wadah koperasi simpan pinjam dan penguatan kapasitas petani berkaitan dengan dunia pertanian mulai dari manajemen produksi sampai pada pemasaran.

Selanjutnya sumber daya laut pun melimpah. Rumput laut dan blue marlin dan juga ikan tuna merupakan dua potensi laut di NTT yang sangat diminati oleh pasar internasional. Itu, hanya dua atau tiga yang sudah go public, balum lagi potensi laut yang lain yang terpedam di dasar laut. Saya menganjurkan hal yang sama, yakni tersedianya bank nelayan dengan sistem yang sama seperti pada bank tani, pada setiap kabupaten yang potensial akan hal ini.

Ketiga, ekstrimnya iklim dan kondisi geografis di daerah NTT secara psiko-sosial membentuk karakter individu dan juga komunitas masyarakat NTT sebagai pribadi dan komunitas yang ulet, pekerja keras, dan memiliki semangat juang yang tinggi. Masyarakat NTT adalah ’para petarung kehidupan’ yang pantang menyerah, gigih dan kuat. Pemerintah hendaknya menangkap semangat ini sebagai peluang positip. Komunitas pedesaan butuh masukan dan dorongan, motivasi dan semangat. Keberpihakan dan simpati pemerintah menjadi penting sebagai upaya mendorong terwujudnya komunitas yang berdaya dan mandiri.

Keempat, dan terakhir adalah sektor pariwisata laut dan darat. Nusa Tenggara Timur adalah daerah atau objek wisata yang masih tersembunyi, yang belum diperlihatkan secara intensif kepada dunia luar. Berbagai potensi wisata masih dilirik dengan sebelah mata. Belum dikembangkan secara maksimal. Pemerintah memang tidak salah dalam hal ini. Jika pemerintah dianggap tidak maksimal mengembangkan sektor pariwisata, menurut hemat saya karena pemerintah lebih terkonsentrasi pada pembangunan yang menjawab kebutuhan primer (sandang, pangan dan papan). Sebagai sebuah masukan, adalah baik jika sektor pariwisata dimaksimalkan secara perlahan, jangan sampai diabaikan sama sekali.

Strategi Intervensi

Berangkat dari latar belakang penjelasan di atas, saya menawarkan, sebuah strategi pembangunan yang berbasis komunitas. Bagi saya untuk konteks NTT strategi intervensi ini adalah sebuah upaya strategis dan mendesak. Oleh karena itu proses perubahan dan strategi pembangunan yang berbasis komunitas hendaknya dirancang melingkup beberapa unsur sebagai berikut:

Pertama, dilaksanakan secara menyeluruh. Artinya pembangunan bukan hanya rekonstruksi fisik (seperti pembangunan rumah, pembukaan lahan dan kebun, pengadaan air bersih dan pembukaan akses transportasi, komunikasi dan informasi) tetapi juga berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia (perubahan pola pikir dan cara pandang tentang dan akan sesuatu). Bahkan, tanpa mengesampingkan efek positif dari berbagai proyek fisik, bagi kami pembangunan manusia merupakan elan vital pembangunan komunitas.

Kedua, strategi pembangunan harus bersifat partisipatif. Artinya masyarakat/komunitas (penerima manfaat) diikutsertakan dalam peroses pembangunan, mulai dari perencanaan sampai pada upaya pencapaian/mewujudkan hasil. Hal ini dimaksudkan agar 1) masyarakat sadar bahwa sebuah ’hasil’ dari pelaksanaan pembangunan menuju perubahan adalah sebuah proses, bukan sebuah/suatu barang jadi. 2) masyarakat menyadari pentingnya semangat dan sikap tanggungjawab serta rasa memiliki perubahan sebagai bagian dari upaya yang selama ini mereka upayakan juga. 3) saya meyakini sungguh bahwa komunitas/masyarakat memiliki potensi atau khasanah berupa keraifan-kearifan lokal dalam berbagai bidang kehidupan yang mesti diakomodasi dan diangkat sebagai pilar pembangunan. 4) selanjutnya di akhir setiap masa kerja program pemerintahan, masyarakat/komunitas bisa melanjutkan proses perubahan tersebut secara berkelanjutan.

Ketiga, strategi pembangunan harus pula melibatkan semua elemen masyarakat. Artinya semua elemen terkait, yang memiliki visi dan misi yang sama menuju perubahan harus bergandengan tangan dan turut mengambil bagian serta berperan aktif dalam mewujudkan perubahan yang dicita-citakan. Mendorong teruwujudnya komunitas yang mandiri dan berdaya bukan hanya menjadi tanggung jawab para penerima manfaat dan dan pemerintah tetapi juga dalam konteks NTT adalah juga menjadi peran dan tanggungjawab LSM, lembaga agama dan masyarakat adat.

Keempat, yang menurut saya penting adalah bahwa proses pembangunan harus sungguh menjawab kebutuhan dasariah komunitas atau masyarakat yang bersangkutan. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa masyarakat/komunitas pada suatu tempat atau waktu tertentu memiliki kebutuhan yang tertentu pula. Kebutuhan akan perubahan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik sosial, geografis, ekonomi, politik, adat dan budaya serta agama. Lantaran itu, saya menganggap perlu untuk memetakan kebutuhan dasariah tersebut secara matang, melibatkan komunitas yang bersangkutan, mengikutsertakan semua elemen masyarakat dalam upaya pemetaan strategi pembangunan.

Akhir kata, saya menganjurkan satu hal yang menurut hemat saya penting untuk kita masyarakat NTT yakni mari bergandengan tangan membangun tanah tumpah darah kita tercinta ini. Setiap keterbasan dan kekuarangan yang kita alami dan saksiakan tidak harus menjadi batu sandungan bagi kita untuk berhenti berjuang, juga tidak semestinya menjadi kambing hitam untuk saling mempersalahkan. Setiap keterbatasan dan kekuarangan yang kita alami mestinya mendorong kita untuk terus maju dan berkembang. Sebab tidak pantas masyarakat NTT bersikap pasrah pada nasib, sebaliknya kita dilahirkan untuk menjadi petarung-petarung kehidupan.

Catatan: artikel yang sama sudah sebelumnya sudah dimuat di

http://www.nttonlinenews.com/ntt/index.php?option=com_content&view=article&id=5983:strategi-intervensi-pembangunan-berbasisi-komunitas&catid=42:opini&Itemid=64