Benarkah Tuhan mengizinkan manusia membunuh sesamanya? Dan apakah manusia yang satu disebut sebagai yang benar dan suci jika membunuh manusia yang lain yang disebut sebagai yang kafir, berdosa dan bersalah. Selanjutnya siapakah yang berani mengatakan yang lain sebagai benar dalam Tuhan dan yang lain salah di mata Tuhan, apakah manusia atau Tuhan itu sendiri?  Tidak akan ada jawaban yang benar-benar tuntas tentang pertanyaan-pertanyaan ini.

Semua orang dengan kemampuan isi kepalanya masing-masing, baik mereka yang disebut sebagai yang benar di mata Tuhan maupun mereka yang diklaim sebagai pecundang akan memberikan argemntasinya masing-masing. Bereferensi pada Kitab Suci dan atau Wahyu Ilahi, semuanya membentangkan gagasan-gagasannya. Entah benar, entah tidak, tentang keentahan itu selalu, hingga detik ini masih menjadi bahan perdebatan yang menarik.

Jika memang benar bahwa Tuhan sang Pencipta Alam Semesta, yang kita sebut sebagai Mahabaik, Mahapengampun, Mahacinta, Mahabijaksana, Mahatoleran, Mahapeduli mewahyukan ‘kalimat pembunuhan’ atas nama-Nya, maka pantaskah Tuhan yang demikian kita sebut sebagai Tuhan? Pantaskah kita beriman kepada Tuhan yang meringankan pedang dan gampang menumpahkan darah dalam dan melalui tangan-tangan manusia?

Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah mewahyukan keburukan-keburukan, kekejaman-kekejaman, tindakan-tindakan buruk, tindakan-tindakan kejam, kata-kata buruk, kata-kata kejam, sekalipun itu atas dan untuk kemuliaan nama-Nya.

Namun, sesungguhnya dari hati yang paling dalam, aku tidak akan pernah percaya jika Tuhan-lah yang menghendaki itu semua. Tuhan adalah Tuhan. Tuhan tidak pernah mengizinkan manusia, siapa pun dan agama apa pun dia untuk mengayunkan pedang dan menumpahkan darah sesama manusia yang lain. Tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah mewahyukan keburukan-keburukan, kekejaman-kekejaman, tindakan-tindakan buruk, tindakan-tindakan kejam, kata-kata buruk, kata-kata kejam, sekalipun itu atas dan untuk kemuliaan nama-Nya.

Sesungguhnya, dan aku menyakini ini sungguh, bahwa semua tindakan pembunuhan, kekejaman, pemusnahan yang mengatasnamakan Tuhan adalah ulah manusia itu sendiri. Ulah manusia yang salah menggunakan tanggungjawab dan kebebasan yang diberikan Tuhan kepadanya. Ulah manusia yang menuhankan agama dan beriman kepada agama, bukan menjadikan agama sebagai jalan menuju Tuhan dan beriman kepada-Nya.

Kecenderungan manusia yang menuhankan agama adalah mereka yang mengklaim agamanya sebagai yang baik dan benar sementara agama yang lain sebagai yang salah dan tidak benar. Kecenderungan manusia yang beriman kepada agama adalah mereka yang mengatakan kepada sesamanya sebagai yang timpang, salah, kafir, sesat dan berdosa, lantas mereka menempatkan diri mereka sebagai yang suci, kudus dan pantas hidup di hadapan Tuhan.

Padahal sesungguhnya, agama itu bukan Tuhan. Tuhan adalah Tuhan. Agama sesungguhnya hanya merupakan suatu system dan prinsip kepercayaan kepada Tuhan, yang belum tentu system dan prinsip itu diterima oleh Tuhan sendiri. Mengapa? Karena system dan prinsip tersebut dirancang dan diciptakan oleh manusia yang kendatipun memiliki kebebasan tetapi terbatas, untuk selanjutnya menjadi sakral dan suci karena menarik Tuhan ke dalamnya.

Tentang semuanya ini, bagiku mesti dievaluasi dan direfleksikan secara sungguh. Bukan untuk mengatakan dan atau menyebut agama sebagai system dan prinsip kepercayaan yang salah, tetapi menjernihkannya selanjutnya menempatkannya sebagai yang bermartabat; sebagai jalan menuju perjumpaan dengan Tuhan yang diyakini dan diimani sebagai sang dan maha segala kebaikan.