Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi kepulauan yang terletak di tenggara Indonesia. Dari sekitar 550 buah pulau yang ada di NTT, demikian nama provinsi ini selalu disebut terdapat tiga pulau besar yakni Flores, Sumba dan Timor. Sebagai sebuah provinsi kepulauan, NTT dianugerahi kaenageragaman suku dan budaya, bahasa dan agama, panorama dan keindahan, pun pula sederetan kebiasaan yang unik dan khas yang membuat Indonesia bahkan dunia berdecak kagum.

Apa sajakah yang unik-populer di NTT? Catatan kecil ini mencoba untuk mengangkat kekhasan dan keunikan di NTT yang saya imput dari berbagai sumber, yakni selain dari pengamatan langsung juga dari publikasi media massa. Faktor publikasi media massa menjadi prioritas utama saya untuk menentukan mana yang paling unik dari sekiaan keunikan yang lain. Yang selalu sering disebut, diperbincangkan, diomongkan, diberitakan dan dinformasikan, itulah yang menjadi ukurannya.

(1) KADAL RAKSASA KOMODO

Komodo menempati urutan pertama terpopuler. Saya kira bukan hanya di NTT, tetapi juga di Indonesia dan dunia. Masuknya Komodo menjadi nominasi tujuah keajaiban dunia memberikan kredit tersendiri untuk kadal raksasa ini sebagai yang terpopuler.

Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis, adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau KomodoRincaFloresGili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.

Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.

Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.

Referensi

(2) BERBURU IKAN PAUS

Tradisi berburu Ikan Paus di Lamalera pulau Lembata, sebuah pulau kecil sebelah timur Pulau Flores ini menempati urutan kedua. Pada setiap awal bulan Mei, desa Lamalera yang panas akan selalu penuh sesak dengan pengunjung dari berbagai latar belakang, dari penonton sampai fotografer professional yang mencoba untuk mengabadikan perburuan ikan paus paling mendebarkan di dunia, mengalahkan perburuan yang sama di Greenland Kanada.

Tradisi penangkapan paus oleh masyarakat di Desa Lamalera, Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata ini telah berlangsung sejak lama sejak nenek moyang suku lamalera menempati daerah tersebut. Bahkan katanya tradisi ini sudah ada sejak abad 16.

Perburuan ikan paus ini dilakukan oleh penduduk Pria Lamalera yang sudah dewasa serta dianggap memiliki kemampuan (biasanya setiap keluarga mewakilkan satu anggota keluarganya). Sebelum berburu, mereka semua memanjatkan doa-doa kepada Tuhan agar diberi keberhasilah dalam perburuan Ikan paus. Presentasi keberhasilan penangkapan ikan paus ini tidak bisa dibilang tinggi, karna metode perburuan yang dilakukan memang menggunakan cara tradisional. Yaitu dengan menancapkan tombak ke badan ikan paus.

Perburuan paus biasanya dimulai pada bulan Mei, perburuan dilakukan menggunakan perahu yang terbuat dari kayu yang disebut “Paledang” . Orang yang bertugas menikam paus disebut “Lama fa”, Lama fa nantinya akan berdiri diujung perahu dan untuk menikam paus lama fa akan melompat dan menikamkan tombak “tempuling” pada paus.

Daging paus yang diperoleh dari perburuan ini nantinya akan dibagikan kepada seluruh penduduk sesuai besar kecilnya jasa wakil anggota keluarga mereka dalam proses perburuan pausnya. Selain hasil daging, masyarakat juga memanfaatkan minyak paus sebagai minyak urut, bahan obat dan bahan bakar untuk pelita atau lampu teplok.

Walaupun sudah ada beberapa konversi yang menyatakan pelarangan terhadap perburuan paus tersebut, tapi Tradisi berburu paus ini sampai sekarang masih tetap dipertahankan. Para penduduk lamalera mengatakan bahwa paus yang mereka buru sudah mereka konservasi terlebih dahulu, sehingga paus yang masih hamil serta masih terlalu kecil tak akan diburu, hal itu dilakukan untuk tetap menjaga populasi paus di daerah lamalera. lagipula bukankan cara yang kami lakukan masih tradisional dan bukan menggunakan racun seperti yang banyak dilakukan nelayan modern. Penduduk Lamalera juga mengklaim bahwa hasil dari perburuan paus itu tidak sampai 20 ekor per tahun, sehingga tidak akan terlalu mempengaruhi populasi ikan paus.

Kini para orang Tua di Lamalera berusaha keras untuk melatih anak mereka menjadi seorang lama fa, Hal ini disebabkan karna makin hilangnya kesadaran para pemuda lamalera dalam mempertahankan tradisi berburu paus. Sehingga dengan melatih anak-anak, diharapkan tradisi ini kan tetap lestari sampai kapanpun

Referensi

(3) DANAU TIGA WARNA KELIMUTU

Danau tiga warna kelimutu menempati urutan ketiga unik-populer dari dan tentang NTT. Danau Kelimutu pada awalnya ditemukan oleh orang lio Van Such Telen, warga negara Bapak Belanda Mama Lio , tahun 1915. Keindahannya dikenal luas setelah Y. Bouman melukiskan dalam tulisannya tahun 1929. Sejak saat itu wisatawan asing mulai datang menikmati danau yang dikenal angker bagi masyarakat setempat. Mereka yang datang bukan hanya pencinta keindahan, tetapi juga peneliti yang ingin tahu kejadian alam yang amat langka itu. Kawasan Kelimutu telah ditetapkan menjadi Kawasan Konservasi Alam Nasional sejak 26 Februari 1992.

Jauh sebelum ditemukannya, danau kelimutu sebenarnya merupakan kawah gunung berapi, Gunung Kelimutu. Gunung berapi ini terletak di Pulau Flores, Provinsi NTTIndonesia. Lokasi gunung ini tepatnya di Desa Pemo, Kecamatan KelimutuKabupaten Ende. Gunung ini memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Danau ini dikenal dengan nama Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu.

Kelimutu merupakan gabungan kata dari “keli” yang berarti gunung dan kata “mutu” yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.

Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna – warna yang ada di dalam danau. Danau berwarna biru atau “Tiwu Nuwa Muri Koo Fai” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau“Tiwu Ata Polo” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau“Tiwu Ata Mbupu” merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.

Luas ketiga danau itu sekitar 1.051.000 meter persegi dengan volume air 1.292 juta meter kubik. Batas antar danau adalah dinding batu sempit yang mudah longsor. Dinding ini sangat terjal dengan sudut kemiringan 70 derajat. Ketinggian dinding danau berkisar antara 50 sampai 150 meter.

Referensi

(4) TRADISI TUAN MA

Tradisi Tuan Ma di Larantuka adalah salah satu tradisi agama (dan juga menjadi kebiasaan dan budaya) terpopuler. Berdasarkan kepopulernya, sejauh dipublikasikan media, Tuan Ma menempati urutan pertama terpopuler menyisihkan tradisi Rebha di Bajawa-Ngada dan tradisi Agama Merapu Di Waikabubak Sumba Barat. Namun secara umum terunik-populer di NTT, tradisi prosesi Tuan Ma menempati urutan ke-empat. Prosesi atau perarakan Tuan Ma biasanya dilakukan pada setiap acara Pekan Suci atau Semana Santa. Pekan Suci (Semana Santa, dalam bahasa Spanyol). Kegiatan keagaaman paling populer di NTT ini diikuti oleh ribuan umat katolik dari seantero Indonesia bahkan maca Negara. Kepopulernya ini tidak hanya menjadi buah bibir masyarakat NTT tetapi juga menjadi topic berita media massa.

Secara ringkas Tuan Ma adalah patung peninggan Portugis yang selanjutnya diwaris-lestarikan oleh masyarakat Larantuka selama lima abad. Nama Tuan Ma diambil dari kata ‘Ema’ yang dalam bahasa Lamaholot pada abad XVI merupakan sapaan manis untuk seorang perempuan terhormat dan baik budi pekertinya. Nama tersebut bersesuaian dengan nama patung tersebut yaitu Santa Maria.

Patung Santa Maria ini pada mulanya merupakan barang-barang berharga dan suci milik salah seorang Portugis yang bernama Pedro Gonzales. Pada tahun 15 10, dalam pelayarannya menuju Maluku, ketika melewati selat Flores Larantuka kapalnya karam dan hanyut. Semua barang-barang berharganya terdampar di belahan Timur Flores. Beberapa pemuda dari Kampung Ijo Larantuka yang kebetulan sedang mencari ikan menemukan patung Santa Maria tersebut di pantau Ae Kongga.

Melihat Patung tersebut, para pemuda segera menginformasikannya kepada raja dan kelake (tua-tua adat) kampung. Mendengar cerita tersebut raja memerintahkan seluruh masyarakat untuk menjemput arca tersebut. Melihat patung tersebut raja meminta masyarakat untuk membawanya ke rumah sembahyang yang bernama Korke. Sejak saat itu, patung ini dijadikan dewi mereka.

Baru pada tahun 1610, datanglah seorang pastor yang bermana Antonio. Dia melihat bahwa pada patung tersebut terdapat tulisan ‘Santa Maria Matter Dollorosa’ (Maria Bunda Berduka Cita). Sang pastor menjelaskan makna tulisan tersebut kepada raja dan segenap masyarakat. Sejak itulah, agama Katolik masuk ke wilayah Flores melalui Larantuka. Patung tersebut selanjutnya berganti nama menjadi Tuan Ma. Selanjutnya, kota Larantuka dikenal sebagai Kota Reinha, yang berarti kota Santa Maria.

Referensi:

(5) SASANDO

Sasando adalah alat music paling unik-populer di NTT. Berdasarkan publikasi media massa, Sasando menempati urutan teratas yang menjadi topik pemberitaan menyisihkan alat music Foy Doa, Foy Pay, Knobe Khabetas, Knobe Oh, Nuren, Gong dan Gendang dan seterusnya. Sasando pada mulanya menggunakan tangga nada pentatonis. Diperkirakan akhir abad ke-18 sansando mengalami perkembangan sesuai tuntutn zaman, yaitu menggunakan tangga nada diatonis. Sasando diatonis khusunya berkembang di Kabupaten Kupang.

Jumlah dawai yang digunakan oleh sasando diatonis bervariasi yaitu, 24 dawai, 28 dawai, 30 dawai, 32 dawai, dan 34 dawai. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya yaitu kira-kira 1960 untuk pertam kalinya sasando menggunakan listrik. Ide ini datang dari seorang yang bernama Bapak edu Pah, yaitu salah seorang pakar pemain sasando di Nusa Tenggara Timur.

Fungsi musik sasando gong dalam masyarakat pemiliknya sebagi alat musik pengiring tari, menghibur keluarga yang sedang berduka, menghibur keluarga yang sedang mengadakan pesta, dan sebagai hiburan pribadi. Sasando gong yang pentatonis ini mempunyai banyak ragam cara memainkannya, antara lain : Teo renda, Ofalangga, Feto boi, Batu matia, Basili, Lendo Ndao, Hela, Kaka musu, Tai Benu, Ronggeng, Dae muris, Te’o tonak. Ragam-ragam tersebut sudah merupakan ragam yang baku, namun dengan sedikit perbedaan ini dikarenakan : (a). Rote terdiri dalam 18 Nusak adat dan terbagi dalam 6 keamatan. Dengan sendirinya setiap nusak mempunyai gaya permainan yang berbeda-beda. (b). Perbedaan-perbendaan ini dipengaruhi oleh kemampuan musikalis dari masing-masing pemain sasando gong. (c). Belum adanya sistem notasi musik sasando gong yang baku.

Referensi:

http://www.nttprov.go.id/ntt_09/index.php?hal=alatmusik