Pada 2007 beredar kabar dari wilayah Ristak Negara Amman (salah satu negara Teluk) tentang seorang ibu yang mengutuk anak kandungnya sendiri agar menjadi anjing. Kutukan sang ibu manjur. Anak perempuannya kemudian jatuh ke lantai lantas berubah wujud menjadi serupa sekor anjing. Cerita tentang ini, pada 2007 tidak hanya menjadi favorite news para bloger di tanah air tetapi juga termasuk para penjual gambar dan poster di metro mini. Publik menjadi percaya. Para orang tua menjadikan itu sebagai momen untuk menakuti anak-anak mereka: “Jangan melawan perintah orang tua”. Anak-anak pun merinding. Ciut. Ketika itu, durhaka bukan hanya menjadi momok yang menakutkan, tetapi sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan. “Buktinya ini, mau jadi anjing”.

Kabar dari Ristak, pelosok Negara Amman itu ternyata tidak benar. Kisah kutukan itu dan apalagi gambar perempuan serupa anjing yang menyusui anak-anaknya adalah rekaan yang disebar oleh entah. Sesungguhnya, gambar yang beredar adalah ‘Leather Landscape’ buah karya Patricia Piccinini, perupa perempuan kelahiran Freetown, Sierra Leone. Gambar tersebut merupakan gambar patung silikon yang pada 2003 dipamerkan Piccinini dalam ‘Venice Bienale’ di Australia.

Kita lupakan saja kisah kutukan di atas, sebab tidak menjadi sesuatu yang penting untuk dibahas dalam catatan kecil ini. Tentang hal itu pembaca bisa menemukannya di tempat dan halaman blog atau website yang lain, salah satunya di sini. Dalam catatan kecil ini, penulis mengajak pembaca untuk bertanya siapakah seorang Piccinini, selanjutnya mengapa dan atas alasan apa ia selalu menampilkan karya-karya unik dan absurd, semisal manusia serupa anjing.

Patricia Piccinini, seperti yang sudah disinggung secara singkat di atas adalah perempuan kelahiran Freetown Sierra Leone pada 1965. Pada 1972, ia hijrah dan menetap di Australia. Pada 1985 sampai 1988 Bachelor of Arts spesialisasi sejarah ekonomi pada  Australian National University. Pada  1989-1991 menempuh pendidikan di bidang seni lukis pada Victorian College of the Arts. Selanjutnya pada 1994-1996 menjadi koordinator The Basement Project Gallery.

Piccinini telah menghasilan berbagai jenis karya seni dan mengikuti berbagai jenis pameran baik yang dilaksanakan secara tunggal maupun yang turut serta dalam pameran bersama. Secara singkat penulis cukup menyebutkan beberapa pameran tunggal yang dilaksanakan dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Yakni, pada  2010 di  bawah tema ‘Relativity’, Piccinini memamerkan karya-karyanya di Art Gallery of Western Australia, Perth, Australia. Pada tahun yang sama, ia memamerkan karyanya di Leeahn Gallery, Daegu and Seoul, Korea.  Pada 2009, di bawah tema ‘Unforced Intimacies’, ia menyelenggarakan pameran di Tolarno Galleries, Melbourne, Australia. Pada tahun yang sama pula ia memamerkan karya-karyanya di Byblos Art Gallery, Verona, Italy dengan tema ‘Recent Work’. Dan di Tasmanian Museum and Art Gallery, Hobart, Australia dengan tema ‘Evolution’.

Selengkapnya tentang Piccinini: karya-karyanya, pameran, bibliografi, pun berbagai penghargaan dapat pembaca kunjung di sini. Semua karya dan ciptanya yang ditampilkan di berbagai pameran menampilkan tentang ‘absurditas’ keberadaan manusia. Manusia dimiripkan serupa binatang-binatang aneh, entah serupa anjing, entah serupa monyet, pun serupa tikus dan marmut. Karya-karyanya seperti melukiskan tentang sebuah kehidupan yang berbeda, yang tidak hanya unik dan khas, tetapi juga horor (menakutkan dan menyeramkan).

Tentang semua karyanya yang unik dan khas, pun aneh dan horor, Piccinini sebenarnya menjelaskan tentang tiga hal atau tema penting tentang kehidupan yang antara satu dengan yang lainnya saling terkait erat. Pertama, melalui patung-patung silikon binatang yang unik dan khas Piccinini mau mengatakan kepada kita bahwa teknologi bukanlah menjadi solusi pemecahan masalah atas lingkungan. Berbagai proses bioteknologi hanya menempatkan kehidupan pada ‘kehidupan yang lain’ dan imitatif. Seri patung silikon dan foto ‘Nature’s Little Helpers’ yang ditampilkan Piccinini menjelaskan itu secara tepat. Selanjutnya yang Kedua, bahwa berbagai hasil karya teknologi telah merampas dan mengambil alih peran dan tempat dalam kehidupan manusia. Karya patungnya yang diberi judul ‘The Bodyguard’ (untuk helm Golden Honeyeater)’ menjelaskan tentang hal itu. Dimana tampil manusia serupa monyet dengan baju berpunggung besi yang tangguh sebagai pelindung tubuh.

Ketiga adalah tentang bayi-bayi berwajah aneh. Entah bayi berbulu, berekor, serupa monyet atau tikus dan anjing pun yang tidak berbentuk rupa. Menurutnya bayi-bayi tersebut dengan sengaja ditampilkan mirip dan atau berdampingan dengan binatang aneh, sebenarnya mau menunjukkan bahwa kehidupan manusia serupa bayi yang rentan. Pada suatu kesempatan di tahun 2006 dalam pameran sketsa/lukisan tentang anak-anak Piccinini mengatakan: “Saya tertarik pada anak-anak untuk sejumlah alasan. Alasan yang utama bahwa seorang anak merupakan sebuah kemungkinan baik yang postif maupun yang negatif. Seorang bayi tidak dapat membuat penilaian. Bagi mereka, dunia adalah benar-benar baru – mereka membawa kebaikan-kebaikan dalam diri kita, mereka tidak memiliki harapan, dan dengan demikan kehadiran mereka bukan sesuatu yang mengancam. Lantaran itu kita harus merawat dan melindungi mereka”

Apa yang hendak dikatakan dalam tiga alasannya di atas jelas bahwa kehidupan tidak dapat dipaksakan seperti yang dipikirkan oleh manusia dengan berbagai rekayasa teknologi, kendatipun teknologi itu penting bagi manusia. Kehidupan harus berproses secara alamiah. Dalam prosesnya kehidupan itu rentan terhadap perubahan-perubahan ke arah  yang merusak dan tidak baik baik bagi tata kehidupan yang normal, lantaran itu kehidupan harus dirawat dan dijaga.