11238965_10205637321003981_7815124471010243323_nApa itu realitas bagi seorang perupa realis? Apakah hanya benda dan peristiwa yang dicerap mata, pun sebuah kejujuran yang ditampilkan dalam setiap detail objek yang terlihat sebagaimana yang dikanvas Gioto atau perupa sejenius Rembrandt yang dikenal sebagai salah satu perupa realis terbaik. Jika jawabanya adalah “ya”, maka catatan ini adalah sebuah gugatan. Mengapa? Karena Mart Sakeus membuat saya “Terhanyut”.

****
Realisme adalah sebuah gerakan “pemberontakan” untuk tidak lagi terjebak pada romantisme neo-klatik yang sarat imaji, emosi dan refleksi pada “yang lain”. Realisme Sebagai sebuah gerakan (kebudayaan), tidak lepas konteks dari ragam perjuangan sosial, reformasi politik, dan demokrasi pada pertengahan abad ke-19 di Perancis. Sebaliknya berusaha menampilkan kehidupan sehari-hari dari karakter, suasana, dilema, dan objek, untuk mencapai tujuan Verisimilitude (sangat hidup).

Dalam dunia seni rupa, perupa realis cenderung mengabaikan rekaan teatrikal, subjek-subjek yang tampil dalam ruang yang terlalu luas, dan bentuk-bentuk klasik lainnya yang telah lebih dahulu populer saat itu. Dalam pengertian lebih luas, usaha realisme akan selalu terjadi manakala perupa berusaha mengamati dan meniru bentuk-bentuk di alam secara akurat.

Jika kita hendak menyaksikan karya-karya perupa semisal itu, amati dengan cermat karya seorang Courbet, Daumier, Millet, Sargent, James McNeil Whistler, Jan Van Eyck, dan Jean-Baptiste-Camille Corot dan seterusnya termasuk dua nama yang sudah disebut dimuka. Di sana kita tahu bahwa yang ada-tampil di atas kanvas adalah pembekuan atas realitas, entah orang, situasi maupun peristiwa.

Pertanyaan kita kemudian, sekedar seripa itukah realitas realisme, realitas yang dilihat-baca seorang perupa (atau boleh jadi penulis) realis? Dalam pusaran pertanyaan ini, kadang kita mesti periksa.

***
TERHANYUT adalah lukisan karya pengampuh komunitas seni Nggong Rang sekaligus perupa dan kurator, Mart Sakeus. Di hadapan lukisan 2 x 1 meter itu, saya terjebak pada pemaknaan akan sebuah aliran dalam seni rupa yakni realisme. Namun pada saat yang sama saya tidak mengakui itu. Saya melihat ada pelampauan atas itu. Sebuah emosi sekaligus imaji turut suluk di dalamnya.

Terhanyut, tidak hanya memotret keindahan Labuan Bajo, tetapi juga kesuraman di sisi yang lain. Lembaran uang seratus yang jatuh dari sudut langit yang membuat seseorang terbuai dan tertidur di tepi pantai seakan-akan menegaskan perihal kehancuran dalam keindahan itu. Dan dilema ini tak kuasa dicerap mata semata, tetapi juga dicerna analisa rasionalitas. Bahwa memang fakta, keindahan Labuan Bajo sudah sedang dalam bahaya.

Apakah ini realisme? Saya berpendapat ini adalah pelampauan atasnya. Sebuah upaya untuk menafsirkan atas realitas. Jika mau sedikit filosophis, Terhanyut adalah tampilan realitas fenomenologis seorang Mart Sakeus atas realitas. Di sinilah letak gugatan atas realisme sebagaimana dipahami kebanyakan.

Saya berasumsi, bahwa Mart Sakeus memiliki asumsi aktif menginterpretasikan pengalaman disekitarnya, dan tidak terjebak hanya pada apa yang diinderai. Asumsi dasarnya adalah manusia secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna atas sesuatu yang dialaminya. Oleh karena itu interpretasi merupakan proses aktif untuk memberikan makna atas sesuatu yang dialami manusia.

Dengan kata lain pemahaman adalah suatu tindakan kreatif, yakni tindakan menuju pemaknaan.
Dan Terhanyut-nya Mart Sakeus, bagi saya, tidak hanya memotret realitas tetapi pada saat yang sama adalah interpretasi atasnya. Tidak hanya menampilkan keindahan, tetapi pada saat yang sama memberi catatan “awas” atasnya.

———–revolusikanvas——