Jembatan Gantung di desa Blang Meurandeh Beutung Ateuh Nagan Raya.

”Jam sepuluh malam sampai jam tiga pagi biasanya ada signal” kisah Tgk. Syariff sambil menunjukkan Sonny Ericson yang baru dibelinya. Antara masih percaya dan tidak. Bukankah di sini tidak ada signal pemancar? Bukankah kita mesti ke jalan menuju PT? Bukankah di atas gunung sana baru ada signal? Berkecamuk aneka pertanyaan yang sulit untuk dipercaya.

Saya tidak terlalu yakin karena tiga bulan lalu, di akhir tahun, 2009, bersama Tgk. Syariff kami harus menempuh perjalanan 5 km lagi ke arah Takengon jika hendak mendapatkan signal. Di sana pun, bukan berarti signal dengan mudah didapatkan, kami harus memasuki semak atau merayap-rayap di pinggiran tebing. Jika sudah mendapatkan signal, tangan kami menjadi sangat kaku, tidak bia bergerak, karena sedikit saja bergerak signal menghilang. Itu kisah di tahun 2009.

”Tidak perlu lagi ke sana, di sini juga sudah ada signal” kata Tgk. Syarif lagi. Tidak seperti biasanya Tgk. Syarif berbicara atau mengisahkan sesuatu dengan sangat meyakinkan seperti ini. Lantas, terbersit keyakinan, karena sesekali saja santri berambut gondrong dan bertubuh kurus ini berbicara, dan hanya sesuatu yang serius yang akan diceritakan atau dikatannya. ”Oh ya….yang benar saja pa teungku” reaksi saya ketika itu.

Ternyata benar. Seuasai makan malam di rumah Abu Malikun Aziz, handphone saya berdering. Sebuah pesan singkat masuk. Baru saya benar-benar yakin. Entah dari mana datanganya gelombang signal telephone itu. Sebab faktanya, di Beutung Ateuh sampai ketika itu, awal Februari 2010, tidak ada satu pemancar signal pun. Tetapi yang pasti, di jam-jam seperti itu banyak warga Beutung Ateuh yang mengaktifkan handphone mereka.  Mereka bebas menelphone ke mana saja. Sulit dipercaya, tetapi itulah fakta.

”Pa Teungku, wah bagus ya kalau begitu, kita tidak mesti ke gunung sana lagi, dari sini saja kita sudah bisa menelphone ke mana saja”  saya membuka cerita.

”Ya, tapi masih belum stabil juga signalnya, ya, pelan-pelan. Lama-lama juga nanti penuh. Di sini listrik juga kan hanya malam, dan itu pun tergantung debit air. Kalau airnya banyak, listriknya nyala, tetapi kalau airnya kurang, ya, padam”  jawab Tgk. Syariff. ”Walau bagaimana pun Beutung sudah berubah, di Tanjungan sudah ada jembatan layang. Juga Sekolah Dasar sudah mulai aktif”  lanjutnya.

Tahun 2010 adalah tahun perubahan bagi Beutung Ateuh. Kisah signal telephone hanya satu kisah dari sekian kisah perubahan yang lain. Satu di antaranya adalah sudah mulai aktifnya Sekolah Dasar Negeri Beutung Ateuh di desa Blang Meurandeh. Semoga dengan perubahan yang terjadi, walau pun berjalan perlahan, akses komunikasi, informasi dan lebih-lebih, askses pendidikan di Beutung Ateuh semakin terbuka dan menyapa lebih luas.