kris bheda

doc. kris bheda/sama tiga/aceh barat

Kapan dan atau pada saat mana manusia sadar bahwa ia sudah dan sedang jatuh ke dalam ’kebinatangan’-nya dan kapan manusia menyadari bahwa dia adalah makhluk yang sadar sebagai yang berakal dan berhatinurani? Atau jangan-jangan manusia tidak pernah sadar akan kedua sisi kehidupannya itu? Pertanyaan kita manusia lebih lanjut adalah apa yang lupa atau hilang dari manusia zaman ini?

 Semua pertanyaan ini muncul lantaran seorang kawan melontarkan dengan marah, tepatnya mengumpat ketika mendengar berita pemerkosaan yang menimpa salah seorang anggota keluarganya. ”Perilaku orang itu seperti binatang, tidak tahu sopan santun, tidak punya hati.  Semoga dia insaf”  Saya terdiam, tidak terperanjat. Wajarlah kalau sedang marah, segala ’bahasa sampah’ pasti terlontar keluar dari celah-celah gigi seorang manusia. Kata saya dalam hati.

 Sekembali ke kamar, saya menuliskan kata-kata ini ”Ketika manusia insaf, sungguh-sungguh menjadi seorang manusia, Yang punya kasih dan cinta. Maka vagina dijadikan sebagai altar. Tetapi ketika manusia menjadi binatang. Sungguh hanya segepok kelamin jantan. Yang selalu ingin muntahkan hasrat. Maka vagina dijadikan santapan harian. Lalu kadang manusia bertanya, apakah ’aku’ manusia, ketika kurasakan lendirnya? Atakah ’aku’ binatang, karena telah melumatnya?”

 Saya lantas berpikir dan berefleksi, bahwa manusia menjadi sadar dan bisa melihat siapa dirinya yang sesungguhnya adalah ketika sebuah peristiwa menimpanya, sebuah petaka menerjangnya, sebuah sebab mencederainya. Entah itu berupa sebuah perbuatan dan  perkataan salah yang dibuatnya, atau pun kata dan perbuatan salah yang dibuat orang lain. Kemudian kita bercermin daripadanya dan berujar ”Semoga dia insaf”.

 Lantas pertanyaan pemungkas dan terakhir? Apa yang kurang dari seorang manusia seperti kita, jika selalu, setelah semua kejadian usai baru kita menyadari siapa kita? Terlepas dari manusia yang sejatinya adalah makhluk yang tidak sempurna, rentan dan mudah jatuh dalam salah dan dosa, sebenarnya manusia zaman ini telah kehilangan ruang kontemplasi, ruang hening atau ruang refleksi bukan hanya bagi dirinya sendiri sebagai pribadi tetapi juga bagi dirinya sebagai manusia yang lain dalam sesama.

 Jadi jika kita hendak kembali mau menjawab pertanyaan, kapan dan atau pada saat mana manusia sadar bahwa ia sudah dan sedang jatuh ke dalam ’kebinatangan’-nya dan kapan manusia menyadari bahwa dia adalah makhluk yang sadar sebagai yang berakal dan berhatinurani? Maka jawabannya adalah pasa saat sang manusia ’insaf’. Insaf artinya menemukan dirinya dalam kebenaran sebagai makhluk Allah. Insaf adalah sebuah pertobatan, yang menutut pada perubahan sikap yang total dan radikal, lantas menjawab ’ya’ atas panggilan Allah.

 Manusia hanya dapat dan bisa menemukan dirinya sendiri jika dan hanya jika dalam setiap ketidaktahuannya karena situasi sesaat secara terus menerus mendesaknya, setia aktivitas dan kesibukannya, dalam setiap derasnya gemuruh arus zaman, sang manusia mampu menciptakan sebuah ruang kontemplasi, ruang refleksi dan ruang hening yang diciptakannya sendiri untuk dirinya sendiri buat bertekuk lutut di hadapan Allah.