Sebagian besar dari kita mengeluhkan tentang sulitnya kegiatan yang disebut menulis sastera seperti puisi, cerpen, novel atau roman. Alih-alih ingin menulis, justru yang dialami adalah sulitnya menemukan topik dan tema. ‘Lagi bad mood’ kata sebagian orang. Pun jika sudah menemukan tema atau topik tertentu, masih pula sulit menemukan kata dan atau kalimat pembuka ‘Lagi cari-cari kata-kata pertama’ kata sebagian yang lain. Tidak hanya itu, sekalipun sudah menulis tentang sesuatu keluhan itu tidak juga lekas lalu “Wah tulisan ini kacau sekali”. Lantaran itu, tidak heran jika, berlembar-lembar kertas disobek-campak ke dalam tempat sampah. Namun tidak jadi-jadi juga. Kemudian putus asa “Malas, kalau begini terus”.

Lalu bagaimana dan mengapa seseorang atau sebagian orang yang lain bisa menulis dengan begitu mudah gampang. Inilah pendapat dan komentar mereka: para penulis kenamaan tanah air yang saya ringkas-rangkum dari Pamasuk Eneste (ed) ‘Proses Kreatif, Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang’ KPG: 2009.

Apa Kata Mereka:

Sutan Takdir Alisjahbana

“Tentu menulis karangan sastera itu ada waktunya segala sesuatu berjalan lancar, tetapi sering pula kita berjuang amat lama untuk sebaris, satu alinea ataupun satu halaman. Beberapa kali kertas-kertas disobekkan, dan kita memulai dari semula. Dan meski bagaimana pun kita berusaha untuk mencapai sebaik-baiknya, di sisi bagian-bagian yang menyenangkan kita, yang senantiasa kita menghadapi bagian-bagian dari ciptaan kita menimbulkan perasaan tak puas. Terhadap bagian-bagian yang memuaskan itu yaitu yang menggemakan getaran jiwa kita sesungguhnya, saya sering bersifat sebagai seorang Adonis yang girang menikmati baying-bayang wajahnya dalam cermin. Si penulis bukan saja menjadi pembaca pertama, tetapi pembaca yang berulang-ulang membaca ciptaannya sendiri. Kira-kira umur 15 tahun saya mulai menulis….”

Subagio Sastrowardoyo

“Di dalam penulisan sajak, keterpukauan saya pada nilai-nilai keindahan yang kekal tidak saja merupakan desakan untuk menulis, tetapi juga mempengaruhi pemilihan pokok karangan, bermacam-macam tema mendasari sajak-sajak saya, seperti tema kesepian, cinta jasmaniah atau nasib yang tak menentu….ketika saya mendapat ilham, kata-kata dengan sendirinya menetes dari bathin saya dan menyusun sendiri kalimat-kalimat sajak. Kerapkali saya merasa seperti mabuk kata-kata dan pedoman yang saya pakai dalam menguasai desakan aliran kata-kata adalah irama yang melekat padanya”

A.A. Navis

“Bagi saya menulis tidaklah begitu mudah. Bahasa Indonesia saya tidak lancar. Sejak kecil, selama sebelas tahun saya tidak diajarkan untuk menulis. Saya pun tidak mempunyai pengalaman yang ovuntur, aneh-aneh sehingga saya tidak mempunyai bahan yang luar biasa untuk diberitakan kembali dalam ciptaan-ciptaan saya. Lalu mengapa saya menjadi pengarang? Sejak sekolah rendah saya sudah gemar membaca. Dan karena gemar membaca, saya menjadi suka menulis. Inspirasi tulisan-tulisan saya bisa lahir karena membaca cerpen orang lain, ada yang setelah menonton film adan yang setelah mendengar cerita orang lain, ada pula yang karena melihat tingkah laku orang orang”

N.H Dini

“Adapun cara saya memilih tema dan bagaimana saya mengarang, saya rasa mulai dari waktu masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas sampai sekarang tidaklah berubah. Munculnya pikiran atau ide biasanya disebabkan karena pancaindra. Saya banyak sekali mengamati dan mendengakan kejadian di lungkungan saya. Semua yang saya tulisa saya angkat dari kehidupan yang sebenarnya. Kejadian yang satu saya kaitkan dengan atau saya tambahi dengan kejadian yang lain. Di sana sini saya tambah dengan imajinasi setting atau dialog, sesuati dengan kepribadian dan pendapat atau prinsip saya terhadap hidup. Saya bisa mempergunakan seorang tokoh sebagai corong ide saya”

Budi Darma

“Saya tidak tahu apakah saya beruntung atau tidak, mempunyai imajinasi yang kadang-kadang ganas dan melonjak-lonjak. Imajinasi adalah sesuatu yang tidak ada kemudian menjadi ada dalam alam pikiran saya. Mungkin saya beruntung, karena imajinasi adalah salah satu modal kepengarangan saya. Tanpa imajinasi, mungkin saya hanyalah seorang ayah yang baik, seorang dosen yang jempolan, dan seorang pejabat perguruan tinggi yang dihormati. Ini kalau saya boleh menilai diri saya sendiri demikian”

Ajib Rosidi

“Menulis bagi saya bukanlah pertama-tama karena dorongan ingin memperoleh kepuasan bathin, lantaran telah melahirkan sesuatu yang indah atau ganjil. Ia lebih merupakan dorongan untuk membuat kesaksian. Kesaksian hidup”

Putu Wijaya

“Saya menulis karena ada kebutuhan untuk mengemukakan gagasan, hasil pengamatan, saran dan pendapat yang sama atau berbeda dengan orang lain…saya memilih hal yang kecil-kecil. Yang lucu tapi unik. Yang tak menyakiti orang lain. Yang tidak diutak-atik orang lain. Kadangkala saya memancing dan merangsang, kadangkala menunjukkan pendapat secara samar, kemudian mengelak, karena bukan pendapat saya yang penting, tetapi pendapat orang lain itu yang penting”

Kalau Saya…

Bagi saya pribadi kegiatan menulis merupakan kegiatan belajar dan berlatih yang dilakukan secara berulang. sebuah proses belajar tanpa henti. Sekedar berbagi, saya menuliskan tentang apa yang saya pikirkan seperti apa yang saya katakan atau ucapkan. Memang menulis butuh energi ekstra, karena bagi saya menuliskan sesuatu seperti apa yang saya katakan/ucapkan tidak sekedar mengucapkan atau menuliskan. Sebaliknya, saya mengucapkan dengan benar dan baik, demikian juga harus pula menuliskan secara benar dan baik.

Mengucapkan, lebih-lebih menuliskan secara baik dan benar artinya: pertama, sesuai dengan kaidah dan tata bahasa yang baik dan benar. Menggunakan pilihan kata yang tepat. gaya bahasa yang pas. Menggunakan simbol dan tanda baca yang tepat. Walau pun sebenarnya untuk ini saya sudah sedang belajar, dan terus belajar. Karena di sana sini masih saya temukan kekurangan dan bahkan kesalahan.

Kedua adalah baik dan benar dalam artian sesuai dengan kesantunan dalam bertutur kata dan berbahasa. Saya berusaha menjunjung tinggi etika dan nilai-nilai. Menuliskan kemarahan dengan santun. Saya menuliskan ketidakpuasan bukan dengan nada mengejek, tetapi mencoba untuk menyampaikan kritik secara kritis.

Ketiga adalah baik dan benar dalam artian sesuai dengan situasi. Setelah saya membaca banyak tulisan para penulis besar, sekurang-kurangnya yang ada di tanah air ini, saya menyimpulkan bahwa jika mau menulis, saya harus menuliskan tentang sesuatu yang benar-benar menyapa pembaca, kontekstual dan harus pula bersifat pemberitaan.