Ada banyak hal yang bisa disampaikan dalam kata. Alangkah besar kekuatan kata, bukan karena kata itu sendiri, yang hanya sekedar kumpulan abjad dan barisan huruf-huruf, melainkan karena fungsinya sebagai penyampai jiwa, penerus rasa dan perpanjangan diri dan pemikiran manusia. Sesederhana apa pun kata, dia menyimpan kekuatan emosi dan rohaniah. Aku menyadari itu sungguh, dalam pengembaraan memasuki rimba kata.

Dalam dan melalui kata, aku mengeluhkan segala penat ke setiap carikan kertas. Kadang aku mengadu kepada penyair sembari meminta syair dari mereka. Kadang pula, sebentar mendekam di kamar seperti tubuh yang hanya sekedar kepala, yang dalam ruang kepalanya melepas tanya, pantul memantul tafsiran hanya untuk mencari kepastian jawaban. Kadang pula, aku menjadi seperti tubuh yang hanya sekedar kaki dan tangan, melalang ke luar kamar, masuk ke tengah keseharian, terlibat dan melibatkan diri, hanya untuk mengadu kepada dan menimba kisah dari para sahabat.

Dalam dan melalui kata, kadang aku bermain-main dengan kebodohan, menelisik masuk ke kantung dan kubangan kebobrokan tempat di mana keagungan dan kehinadinaan kata bertakhta. Suatu ketika dari takhtanya, tanpa ada yang bisa memagarinya, kata itu bisa memporakporandakan kemapanan dan menjadi gila. Kata, dari kisah-kisah yang terhempas dan terbuang, bisa menyengat begitu mendalam.

Kadang pula, aku terdampar di malam-malam senyap, menjadikan sunyi yang pekat sebuah tempat wisata paling indah.  Menemukan kata dalam suara-suara malam, dalam rimba kegelapan. Kata, bukan hanya menjadi tidak gila, tetapi juga menjadi manusia paling waras. Ia mencoba untuk merekam suara-suara malam dengan mata hati yang tajam, memajukannya dengan berisik siang jadi simphoni rasa yang indah untuk didendang dan didengar. Hanya mata kata yang dapat melihat segala kehidupan serupa berlian.

Bukan tidak mungkin, karena keutamaan kata itulah, Kitab Suci menulis, ‘pada mulanya adalah firman’, sabda dan atau kata. Dan selanjutnya dalam Al-Quran melanjutkan agar ‘bacalah’. Jika bukan tentang kata yang mengandung kekuatan dan peneguhan, keyakinan dan tanggung jawab atas dan tentang kehidupan lantas tentang apa?

Selapis-lapis kecerdasan dalam kepalaku tidak cukup untuk menuliskan semua kata yang tertabur dalam kehidupan. Kata begitu luas dan dalam, tinggi dan kaya. Dalam dan melalui empat kata: Cinta, Kehidupan, Kematian, dan Tuhan aku mencoba untuk masuk ke tengah realita, menghadirkan diri dalam setiap perjumpaan, dan menyampaikan tentang sesuatu yang terhempas dan terbuang untuk tujuan dan demi  kebenaran-kebanaran.

Namun, melalui keempat kata itu, bukan aku sudah dapat menyelami kedalaman dan juga menggapai keluasannya. Sebab yang kutahu pasti dari kata, dalam dan melaluinya, adalah menjadikan kehidupan lebih bermartabat dari masa ke masa. Kata, baik yang dituturkan dan maupun yang dituliskan, baik yang difirmankan maupun yang dibacakan, selalu harus melahirkan peristiwa.

Jika tidak, kata tidak akan pernah menjadi daging, dan tidak akan pernah tinggal di antara kita. Jika tidak, kata tidak akan memberikan perubahan yang mengarahkan jalan manusia kepada tindakan yang menjujung tinggi peradaban. Inilah makna kata. Menjadi bernyawa, bukan hanya untuk dan atas nama cinta, tetapi juga untuk dan atas nama kehidupan, melampaui kematian untuk berziarah menuju Tuhan.