Mewujudkan komunitas yang mandiri dan berdaya atau membangun solidaritas kemanusiaan atau berjalan bersama masyarakat menuju masa depan yang lebih baik dan masih banyak lagi. Demikian sederetan slogan para pekerja kemanusiaan atau aktivis masyarakat sipil. Sekedar slogan kosong? Tidak juga. Benar-benar mengusung slogan tersebut?. Inilah poin penting yang menjadi isi catatan kecil ini, secara khusus perihal seberapa jauh slogan tersebut menyentuh-pengaruhi seorang pekerja kemanusiaan atau aktivis masyarakat sipil dalam perannya di tengah komunitas.

Hal pertama dan utama yang perlu ditegaskan adalah jangan coba-coba menjadi seorang aktivis masyarakat sipil atau seorang pekerja kemanusiaan jika dan hanya jika berdasarkan pada proyek. Pun, jika dan hanya jika berdasarkan pada besaran modal bantuan. Kendatipun dua hal ini penting, tetapi bukan menjadi prioritas.

Hal pertama dan utama yang perlu dipunyai oleh seorang pekerja kemanusiaan dan atau aktivis masyarakat sipil adalah pada semangat kerja, dorongan rasa, kemauan, sikap peduli dan keberpihakan pada perubahan. Jika mau dirangkum-ringkas, sebenarnya semangat kerja seorang pekerja kemanusiaan dan atau aktivis masyarakat sipil adalah pelayanan.

Pelayanan, artinya melampaui dari sekedar hadir dan ada untuk menumpahkan gagasan dan pandangan tentang strategi pembangunan sebuah komunitas, sang pekerja kemanusiaan atau aktivis masyarakat sipil harus selalu menjadi bagian dari komunitas itu sendiri. Terlibat dan melibatkan diri di tengah komunitas, dalam merancang-bangun sebuah komunitas merupakan visi dan misi utamanya. Totalitas, saya kira ya! Minimalis, saya kira bukan naluri dasar-bawaan seorang pekerja kemanusiaan atau aktivis masyarakat sipil (kecuali yang karbitan)

Maksud penjelasan di atas sebenarnya mencakup dua hal penting. Pertama, pekerja kemanusiaan dan atau aktivis masyarakat sipil bukan berstatus sebagai tamu untuk sebuah komunitas yang dituju. Tetapi merupakan satu anggota masyarakat yang harus bisa membaur-lebur dalam keseharian komunitas. Lantaran itu, kekuatan relasi dan bangunan komunikasi yang transparan dan jujur menjadi kunci utama dalam membangun sinergi. Selanjutnya, sang aktivis dan atau pekerja kemanusiaan dituntut tidak hanya mampu berpikir sebagaimana yang dipikirkan anggota komunitas, tetapi juga menangkap roh dan arah mimpi-mimpi mereka.

Kedua, hal di atas sebenarnya mau menegaskan pula tentang posisi. Bahwa posisi aktivis masyarakat sipil dan atau pekerja kemanusiaan adalah terlibat dan leibatkan diri di tengah komunitas. Itu artinya, peran yang mesti diambil adalah memberikan alternatif-alternatif perubahan, tanpa harus mengabaikan potensi dan kekayaan sosial dan budaya sebuah komunitas. Tujuan peran seorang aktivis masyarakat sipil atau pekerja kemanusiaan adalah maksimalisasi potensi-potensi sosial, politik, budaya, agama dan bahkan kebiasaan sebuah komunitas. Tujuan peran yang lain adalah membantu mensistematisasi dan atau memetakan arah pembangunan komunitas secara bersama-sama bersama segenap anggota komunitas.

Penjelasan di atas saya kira cukup untuk menjelaskan seberapa jauh slogan-slogan, seperti yang sudah disebutkan di bagian awal catatan ini, menyentuh-pengaruhi seorang pekerja kemanusiaan atau aktivis masyarakat sipil dalam perannya di tengah komunitas. Kualitasnya diukur oleh hal-hal sebagai berikut: Semangatnya adalah pelayanan, posisinya di tengah komunitas adalah terlibat dan melibatkan diri, dorongan sikap dan perannya adalah kemauan serta peduli, dan arah keberpihakannya mendorong (bukan menciptakan) terwujudnya komunitas yang mandiri dan berdaya.