Dua puluh empat Mei dua ribu dua belas, di kota Lviv Ukraina, dari atas podium, tidak berapa jauh dari Trophi Euro 2012 dipamerkan, Yana Zhdanova dengan sigap menurunkan baju-nya dan membiarkan tubuhnya tampak setengah telanjang kemudian berlari mendekat ke arah trophi. Sebelumnya aksinya tuntas, barisan polisi segera mengamankannya dan menggotongnya ke dalam mobil. Di tempat terpisah, seorang perempuan seusia Yana, pun tanpa mengenakan baju melintas di keramaian. Di perutnya tertulis ‘Fuck Euro 2012’. Aksinya belum berlanjut lama, pihak keamanan kemudian meringkusnya.

Yana Zhdanova dan perempuan seusianya adalah dua dari ratusan aktivis Femen, sebuah organisasi gerakan perempuan di Ukraina. Mereka berani tampil bugil dan gila-gila-an demi mempertahankan harkat dan martabat kaumnya.  Bagi mereka, tindakan pemerintah Ukraina yang mempromosikan ‘fair play’ (baca: hubungan seks sehat) dengan membagi-bagikan kondom secara gratis selama Euro 2012 berlangsung justru bias gender.

Disebut bias gender lantaran, bagi mereka, kebijakan pemerintah negaranya, tidak hanya memberikan peluang kepada para pelaku bisnis untuk memperbanyak jaringan prostitusi, tetapi juga di sisi lain yang lebih mencemaskan adalah terjerumusnya banyak kaum perempuan Ukraina yang miskin dan tidak berpendidikan untuk terjun dalam ‘kubangan lendir’ itu.

Salah seorang aktvis Femen Anna Gutsol, (termasuk salah seorang pendiri dan juru bicara kelompok aksi politik Femen) mengatakan sebanyak 90 persen perempuan Ukraina yang bekerja di industri seks memiliki anak dan 80 persen dari mereka telah menjadi korban dari kekerasan rumah tangga. Lebih dari 40 persen dari perempuan pekerja industri seks Ukraina tinggal bersama seorang pria tidak mampu, biasanya karena kecanduan alkohol atau pengangguran sehingga mereka harus membiayai rumah tangga sendiri.

Di tengah kemelut ekonomi serupa itu, kampanye seks sehat dengan slogan ‘fair play’ yang dilakukan pemerintah dan didukung UEFA justru memperparah keadaan. Dan perihal itu bukan tidak mungkin terjadi. Ribuan supporter dari berbagai Negara Eropa akan memadati stadion-stadion sepakbola di Ukraina (dan juga Polandia). Krisis ekonomi yang melilit Eropa untuk sementara waktu akan tenggelam dalam euphoria sepak bola. Sepanjang Juni sampai awal Juli 2012, Ukraina akan dijadikan sebagai destinasi seks bebas. Sudah barang tentu, selain stadion yang bakal dipadati penonton,  hotel, diskotik, kafe, rumah-rumah bordil, dan atau tempat-tempat prostitusi bakal ikut-ikutan tumpah ruah dikunjungi para suporter.

Lantaran kecemasan itu, Yana berani bugil dan tampil gila. Kata teman Yana yang lain yang juga aktivis Femen, Oleksandra Shevchenko, dengan berbagai cara mereka akan ‘merubuhkan trophy Euro 2012’ yang dalam pandangan mereka adalah symbol keangkuhan dan arogansi. Mereka pun berjanjnji akan memasang perangkap jika para supporter berani merayu-goda perempuan-perempuan ukraina.

Namun sayang tidak demikian bagi para politisi Ukraina dan para pelaku bisnis. Bagi mereka ini adalah ‘peluang’ ekonomi-politik. Bagi para pelaku bisnis, kesempatan ini adalah momen keberuntungan dimana akan banyak ‘lembaran euro’ tertampung di rekening mereka. Dan bagi para politisi adalah kesempatan untuk membuka salah satu pintu untuk keluar dari keterpurukan ekonomi-politik yang melanda Eropa.

Alih-alih berpihak pada perjuangan kaum perempuan di negeranya, pemerintah Ukraina toh justru ‘cari muka’ dengan kampanye ‘fair play’, agar dengan demikian tampil gagah di hadapan negara Eropa yang lain. Sebab seperti diketahui, Euro 2012, disebut-sebut oleh pemerintah Ukraina sebagai tonggak utama dalam upaya negara itu berintegrasi dengan Komunitas Eropa. Di mana secara politis, pemerintahan negara Ukraina di mata beberapa negara Eropa dianggap sebagai negara yang tidak berpihak pada penegakan hak asasi manusia (HAM).

Buktinya. Jauh sebelum pesta akbar Euro digelar pemerintah Inggris dan Perancis sudah melayangkan pendapat untuk memboikot laga akbar tersebut. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes Inggris atas pelanggaran HAM yang dilakukan pemerintah Ukraina terhadap pemimpin oposisi, Yulia Tymoshenko. Pemerintah Inggris menaruh perhatian khusus terhadap Tymoshenko yang dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun sejak 2011. Mantan Perdana Menteri Ukraina yang kini menjadi pemimpin oposisi itu menggelar mogok makan pada bulan April lalu setelah mengaku mendapat siksaan dari sipir penjara.

Aneh bin ajaib. Pemerintah Inggris dan Perancis, berani memboikot Euro lantaran seorang Tymoshenko. Ukraina dan UEFA menerimanya di satu sisi, walau di sisi lain adalah ada kepentingan ekonomi dan politik negaranya. Mereka tidak memikirkan kaum perempuan dan kemiskinan kemanusian. Perselingkuhan antara kepentingan ekonomi dan politik, tidak hanya mereduksi nilai-nilai kemanusian yang sudah sedang diperjuangkan dan digembar-gemborkan negara-negara Eropa, tetapi di sisi lain secara jelas melanggarnya.

‘Fuck Euro 2012’ mungkin kasar dibaca-dengar. Tetapi ledakan amarah itu cukup masuk akal dan beralasan. Terlalu sakit untuk menjadi perempuan di negara Ukrania. “Para wisatawan pasti akan melihat banyak perempuan berpenampilan menarik, padahal itu akan semakin memperkuat citra negatif mengenai perempuan di negeri ini,” kata Anna Gutsol “Kebanyakan orang asing tidak akan berpikir betapa sulitnya hidup bagi perempuan Ukraina. Mereka hanya akan melihat kami seperti semacam permen,” katanya.

(Disarikan dari berbagai sumber)