slide12Melalui The da Vinci Code, Dan Brown menghadapkan pembaca pada dua pilihan apakah ‘fakta’ atau ‘fiksi.’ Dan tanpa sadar, sebetulnya pembaca tidak hanya berhadapan dengan dua pilihan yang sulit, tetapi lebih dari itu telah terjebak di dalamnya.

Dan Brown dengan kekuatan naratifnya mampu membuat dunia pembaca lupa untuk menangkap pertanyaan-pertanyaan liar yang mungkin saja terlintas di ruang nalarnya. Apakah Leonardo da Vinci melalui mahakaryanya Last Supper (perjamuan terakhir) menyamarkan tentang sesuatu; tentang sejarah yang kalah dan tidak terekam? Jika jawabannya adalah ya mengapa Dan Brown yang mesti dibilang selilit? Namun sebaliknya, jika jawabannya adalah tidak, sudah pasti Dan Brown telah melakukan sebuah penafsiran yang sepihak, jika tidak dibilang terlampau berlebihan.

Seusai membaca The da Vinci Code, saya tidak menemukan argumentasi yang masuk akal dari seorang Dan Brown yang mengatakan bahwa Leonardo da Vinci menyiratkan sesuatu, apalagi tentang sejarah yang kalah dan tak terekam. Justru sebaliknya Dan Brown telah membuat sebuah penafisiran yang sepihak dan keliru. Perjamuan Terakhir, mahakarya Leonardo da Vinci itu hanya dijadikan Dan Brown sebagai setting cerita dan lebih tepat disebut ‘kode’ untuk menguak ‘kebenaran’ sejarah yang hendak dikatakannya.

Namun, Dan Brown cukup cerdik, untuk menutupi sikap vandalistisnya (pengrusakan atas karya seni) tersebut, ia mengalihkan perhatian pembaca ke ruang fiksi. Dengan menghadapkan pembaca ke ruang cerita fiksi, di satu sisi Dan Brown hendak meluputkan diri dari tuduhan pembongkar kebenaran sebuah kemapanan agama, namun di lain pihak (dan perlu diketahui) dia mau meluputkan diri dari tuduhan pengrusakan atas sebuah karya seni renaisans terbaik karya seorang Leonardo da Vinci.

Lantaran itu, menurut saya judul yang tepat untuk buku controversial tersebut bukan The da Vinci Code, tetapi seharusnya adalah The Dan Brown Code. Inilah judul buku yang sesungguhnya, dan maksud dari buku tersebut yang sebetul-betulnya. Mengapa?

Pertama, sebetulnya Leonardo da Vinci tidak hendak menyamarkan mahakaryanya tersebut, seperti yang ditafsirkan Dan Brown. Leonardo da Vinci tulus melukis Perjamuan Terakhir tanpa endapan sejarah tertentu selain maksud teologis yang diimaninya yang mau diangkatnya.

Kedua, judul tersebut sebetulnya hendak mengembalikan kemurnian karya indah Leonardo da Vinci dari pengaruh vandalistis seorang Dan Brown. Akhirnya. Tulisan ini pun tidak bermaksud sebagai sebuah teriakan agar Dan Brown mendengarnya. Sebab itu tidak mungkin.

Namun persis ketika dunia tidak terjaga dalam kesadaran penuh di suatu waktu nanti, bisa jadi Dan Brown akan memecah kode selanjutnya di manis wajahnya ‘Monalisa.’ Dengan tafsirannya, Dan Brown bisa jadi memasang wajahnya di wajah Monalisa. Oh…..itu sudah pasti membuat Leonardo da Vinci menitihkan air matanya lagi.